Seide.id – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), panggung adalah tempat atau lantai yang lebih tinggi (daripada penonton) yang terbuat dari kayu atau bambu. Sepertinya ini kamus lama banget.. Sebab sekarang orang hampir tak ada lagi yang membuat panggung dengan kaki-kaki terbuat dari bambu. Kayu, pun sudah sangat jarang. Sekarang mah, kakaki-nye dari besiii..
Dulu ketika kecil, yang kuingat panggung dangdut, kaki-kakinya terbuat dari drum-drum bekas. Lantainya terbuat dari papan-papan murahan. Demi mengirit budget, papan lantai itu dibuat renggang.
Nah, bagian yang tak tertutup terpal itulah biasanya menjadi sasaran kami (waktu kecil menjelang remaja lhoo, ) untuk…ngintip. Awalnya aku tak tahu, kenapa teman-teman cekikikan dan kasak-kusuk di kolong panggung. Ketika aku ikut nimbrung.. oo.. tenyata…dari celah-celah papan yang cuma 2-3mm itu, kami bisa meng.. ..mbak-mbak penyanyi dangdut yang kinyis-kinyis itu…
Jika mbak-mbak itu tahu gelagat. Merka biasanya menggejig (wah, apa istilah paling tepat? ..menghentakakkan kaki?) ke lantai panggung. Kami di bawah pun blingsatan, karena mata kelilipan debu…
Podium menurut KBBI adalah mimbar (mimbar juga perlu diterjamahkan lagi ‘kali Muuss-maksudnya: Kamus..) Tempat orang berpidato dan sebagainya. Naah, dan sebagainya ini mungkin yang membuat orang di podium tak cuma berpidato tapi.. kumur-kumur, curhat, ngedumel atau berbicara kepada diri sendiri.
Dalam idiom Jawa, manggung bisa juga berarti: berbunyi, tepatnya ‘disuruh’ berbunyi. Makanya burung-burung peliharaan-terutama-perkutut jika berbunyi, disebut: manggung. Nah, orang yang menikmati perkutut yang sedang manggung itu bisa disebut juga sedang menikmati salah-satu (dari beberapa) klangenan.
Seorang teman yang memelihara banyak burung perkutut, selalu dengan bersemangat bercerita tentang burung-burungnya. Dia bilang, burung-burung peliharaan yang setiap hari didengarnya itu suaranya merdu, menyenangkan dan ‘menenangkan jiwa
Secara bergurau aku bilang: “Kamu sadis, kejam!”
“Hlooh, kenapa?!”
“Kamu bisa menyenangkan diri dengan penderitaan mahkuk lain”
“Maksudmu?”
“Yaa, burung-burung itu. Kamu ‘kan hanya mendengar suaranya yang menurutmu merdu. Tapi kamu ‘kan tak bisa membedakan adakah burung itu sedang tertawa atau menangis?!”
Sang teman manggut-manggut. Entahlah dia mengerti atau tidak dengan gurauanku. Karena aku dan… siapa pun, siapa pula yang bisa membedakan suara burung sedang bergembira atau sedang menangis bukan?.
“Dan tahukah kau burung yang paling aku suka?” sambungku
“Burung ap…apa?” tanyanya ragu-ragu
“Burung yang dilepas, bebas sesuai kodratnya” kataku asal njeplak. Tetapi yang jelas, sejak saat itu jika bertemu, dia tak lagi bercerita tentang burung. Dan dia jika bertemu, mlengos. Seolah-olah hilang musnah kebanggaanya. Seolah-olah kebanggaannya di dunia ini hanya burung-burungnya itu.
Ilustrasi: Lukisanku berjudul ‘podium’. Aku buat sekitar 7 tahunan lalu…
Panggung, meski terletak di tempat yang tinggi tidak selalu menjadi pusat perhatian dan pusat tontonan. Di arena olahraga, arena balap, pacuan kuda sampai arena gladiator, panggung adalah tempat penonton. Dari penonton kelas kebanyakan kelas khusus, kelas utama sampai kelas orang-orang penting, VIP bahkan VVIP.
Di stadion sepakbola, ‘pemeran utamanya’ selalu berada ‘di bawah’ penonton, yaitu di lapangan sepakbola, sementara penonton berada di atas, di panggung.
Jika ‘disuruh’ atau ‘dijrokin'(meski akhiran ‘in’ tak ada dalam bahasa Indonesia, tapi lebih pas jika nemakai ‘in’ daripada ‘an’ karena bisa berarti lain atau tak berarti sama sekali?) ke panggung, aku biasanya akan memilih menyanyi daripada berpidato.
Panggung memang membuat siapa pun berdebar-debar. Baik bagi yang sdh profesional apalagi bagi amatiran.
Panggung, membuat orang gemetar sekaligus berbinar-binar…
(Aries Tanjung)