Memakai jilbab atau tidak pada anak, seharusnya tidak dengan pemaksaan, melainkan kesadaran. Tak hanya melanggar hak asasi dan UU45, tapi juga bikin anak tidak nyaman dan depresi. Yang rugi justru umat Islam. ( Foto PR dan Ist)
Setiap kami keluar dari cluster tempat kami tinggal, begitu masuk ke jalanan di kampung, terlihat anak-anak kecil memakai jilbab. Wajah mereka tenggelam dalam bungkus kain itu. Sebagian ibu malah over akting. Memberi tambahan pola-pola lain di jilbab itu sehingga anak usia 6-8 tahun itu kehilangan wajahnya. Saya tahu jilbab mencerminkan keislaman, etapi pemaksaaan jelas melanggar hak asasi anak utuk tumbuh bebas.
Membelenggu Kebebasan Anak
Sebegitu perlukah menanamkan – tepatnya memenjarakan -anak-anak tentang pemahaman agama agar mereka ikut agama orangatua ? Agar anak-anak tidak ikut agama lain selain yang dipahami orangtua ?
Baru saja akan membuat alasan yang tepat dan masuk akal, dihentakkan sebuah kabar rutin tiap masuk sekolah baru. Seorang siswi kelas X di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, DIY, mengaku dipaksa berhijab oleh guru BK di sekolah tersebut. Akibatnya, siswi itu disebut depresi dan sampai mengurung diri.
Bayangkan, pemaksaan-pemaksaan ini tak hanya terjadi pada anak kecil yang memilih diam. Melainkan juga pada anak remaja yang sudah akan menginjak dewasa.
Jika anak kecil diam diperlakukan oleh orangtuanya, sebaliknya, anak siswi SLTA itu mengalami trauma menakutkan dan tertekan. Itu kondisi bagi anak yang tak mampu menolak pemaksaan guru dan orangtua. Remaja yang benar-benar tak mau dipaksa, memilih nekad melepas jilbab dengan berjuang menonjolkan diri; berprestasi di sekolah dan menjadi orang baik dan contoh teladan perbuatan baik bagi lingkungan.
Dipaksa Mengenakan Jilbab
Yuliani selaku pendamping siswi tersebut mengatakan pemaksaan itu dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya, saat MPLS, siswi tersebut baik-baik saja dan mulai tertekan saat dipanggil guru BK. Ia diinterogasi 3 guru BP. Siswi itu terus dipojokkan dan saat itulah terjadi. Salah satu guru BP memaksa siswi itu mengenakan hijab.
Organisasi Human Rights Watch (HRW) melaporkan peraturan wajib jilbab di sejumlah sekolah negeri di Indonesia telah menyebabkan tekanan psikologis bagi siswi dan guru perempuan yang menolaknya.
Laporan ini diterbitkan hampir sebulan setelah pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri yang melarang aturan busana sekolah, menyusul protes siswi Kristen yang dipaksa berjilbab di sebuah sekolah negeri di kota Padang.
Sejak 2014 hingga tahun ini, HRW melakukan wawancara antara lain 140 siswi, guru perempuan di beberapa sekolah negeri di kota di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, yang sebagian besar mengalami tekanan psikologis, bahkan dilaporkan ada yang berusaha bunuh diri.( BBC News 20 Maret 2021).
Mencopot Jillbab di Sekolajh
Nadya Karima Melati, salah satu siswi, pernah mengalami pil pahit pemaksaan itu. Dia dipaksa berjilbab saat duduk di bangku SMA.
Dia harus melakukan konformitas jika ingin diterima di lingkungan yang mewajibkan jilbab. Namun ia juga mengaku kerap mencopot jilbabnya di sekolah.
Namun tekanan menggunakan jilbab yang terus menerus membuatnya tidak tahan sehingga dia memutuskan membuka jilbab sepenuhnya. Itu puncak depresinya ketika akhir semester kuliah, dia memutuskan melepas jilbab. Begitu jilbab dilepas, menyebabkan ia mengalami guncangan besar. Ia betul-betul dikucilkan lingkungan.
Setelah 8 tahun kejadian itu, hingga saat ini, pemaksaan berjilbab terus dilakukan. Meski berita pemaksaan ini menyeruak ke setiap rumahtangga melalui berita televisi maupun medsos, pemerintah menutup diri, alih-alih mencoba menengahi dengan pelarangan.
Pelanggaran UUD 45
Di Jakarta, di pusat pemerintahan, pemaksaan pemakaian jilbab juga terjadi rutin, tahun demi tahun. Harusnya semua pihak paham, hal itu telah masuk pelanggaran ata UUD 45 pasal 29.
Dugaan itu dilaporkan para orang tua murid yang keberatan anak perempuannya ‘diwajibkan’ mengenakan hijab kepada Anggota DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah. Ima mengatakan, setidaknya ada dua sekolah negeri di Jakarta Barat yang diduga memaksa siswi untuk berhijab, yakni sebuah SD negeri di Tambora dan SMP negeri di kawasan Kebon Jeruk.
Uniknya, meski anak-anak siswi ini memakai baju panjang, tetap dipaksa memakai hijab. Menurut Ima, pemaksaan yang dilakukan kepada siswi di sekolah dapat mengancam keberagaman di lingkungan pendidikan.
Ini sebuah PR bagi kebhinekaan di dunia pendidikan, tetapi juga ancaman bagi hak asasi manusia Indonesia. Terutama para remaja yang kini memiiki gambaran yang lebih baik tentang agama daripada orangtua mereka yang masih menjadi budak agama. Mereka lupa bahwa generasi muda memiliki kebebasan yang lebih mandiri.
TULISAN MENARIK LAIN :
Uang Kripto Penting Untuk Masa Kini dan Masa Depan
Rahasia Sebuah Kertas yang Membuat Greysia Polli Memperoleh Medali Emas Olimpiade