Pembeli Adalah Raja

Dunsanak masih ada yang ingat dengan pribahasa: “Pembeli adalah Raja?”

Kalo anak milenial sih aku agak meragukan bahwa mereka tahu artinya. Atau jangan-jangan malah gak tau ada pribahasa kayak ‘gitu.

Entah dari mana asal muasal pribahasa itu. Siapa pun pembuatnya (pasti bukan penjual) maksudnya sungguh mulia. Bahwa bagaimana pun pembeli atau pelanggan sangat perlu dihormati, nyaris tanpa syarat. Itu teorinya.

Prakteknya? Apalagi jaman sekarang. Apalagi mbak-embak penjaga tokonya pun anak milenial. Mana tau dan kalau pun tau, mana peduli mereka pada pribahasa itu?

Dengan bergurau seorang teman pernah bergumam ngenes: “Pembeli adalah raja, tapi penjual adalah Maharaja!”

Teman tadi melanjutkan dengan sebuah ilustrasi. Seorang pembeli tape, memilih tape yang bagus dengan cara memencet-mencet tape (ini tape beneran, terbuat dari singkong, bukan tape-recorder).

Penjual bilang: “Waduuh, jangan dipencet-pencet ‘gitu doong!”
“Masak gak boleh milih, bang. Abang tau gak pribahasa: pembeli adalah raja?!” Nyaris tak terdengar, penjuar bergumam:…”Raja, beli tapeee..”

Dunsanak masih ingat ketika ada ‘trend’ mbak-mbak kasir dengan seenaknya memberi kita permen (masih adakah yang menyebut: kembang gula?), jika uang receh sebagai kembalian kurang?.

Masih untung jika mereka bertanya dulu, adakah kita berkeberatan jika uang kembali diganti dengan permen?.
Waktu itu sampai ada gerakan dari pendekar-pendekar pembela hak-hak konsumen atau yang semacam itu. Sampai-sampai ada ilustrasi (jika sekarang mungkin meme?) bahwa uang receh Indonesia sudah berubah bentuk menjadi gambar permen.

Ilustrasi kartun ini aku buat, ketika harga permen gocap atau 50 rupiah.
Sekarang harga permen sebutir 500 rupiah.

Masih adakah prilaku mengganti uang kembali dgn permen itu..?
(Aries Tanjung)