Wisata Arung Jeram (1) : ‘Ciut Hati Pasca Citarum Rally’

Citarum Rally - Bahagia selepas jeram - Foto dok Caldera Rafting

Tahun 1975, lomba arung jeram pertama Indonesia, digelar WANADRI di Sungai Citarum, Jawa Barat. Pesertanya tak hanya dari Wanadri dan Mapala-UI, tapi juga diikuti oleh kelompok-kelompok pencinta alam lainnya, khususnya dari Jakarta dan Bandung. Kegiatan ini bergaung ke dunia luas karena banyak mendapat liputan pers: koran, majalah, radio dan TVRI. Bagaimana Citarum Rally hari ini?

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

Seide.id 26/11/2022 – Aktivitas arung-jeram tak melulu milik para pencinta alam yang hendak ekspedisi mencari dan mengenali alur-alur sungai baru, juga tak cuma milik para rafter dan atlet dayung rakit yang hendak berlomba mengayuh prestasi. Kini siapa pun orang yang sehat. Bisa mendatangi operator jasa wisata arung jeram untuk menjajal jeram-jeram sungai yang layak dan diinginkan

Dimulai di Sungai Ayung – Bali dan lantas di Sungai Cimandiri, Citatih serta Citarik di kawasan Sukabumi, Jawa Barat, awal tahun 1990, kini operator wisata arung sungai hadir di mana-mana. “Di Bali saja, dengan konsentrasi pada aliran Sungai Ayung, kini tercatat ada 38 buah operator jasa wisata arung jeram,” ungkap I Made Brown, seorang dari sedikit sosok legenda arung jeram Indonesia.

Tonny Dumalang, legenda arung jeram Indonesia lainnya, menyebut minat masyarakat pariwisata untuk memacu adrenalin dengan berarung jeram di sungai-sungai Indonesia tumbuh pesat. Peminat tak cuma para ex-patriat dan wisatawan mancanegara yang sedang berlibur di Indonesia, tapi juga datang dari kalangan awam tingkat sosial menengah-atas perkotaan di Indonesia.

Pangsa pasar besar ini memicu tumbuhnya operator-operator jasa wisata arung jeram di Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi dan daerah lain yang punya sungai layak arung. “Di Citarik saja pernah ada 9 buah operator, dan belasan operator di Sungai Cisedane,” ucap Rohendi atau Abo, pedayung kampung berijasah IRF (International Rafting Federation) berpengalaman di berbagai kejuaraan arung jeram dunia.

Kini ada sekitar 500 operator wisata arung jeram di Indonesia. Ada yang berbentuk Perseroan Terbatas atau PT, ada yang hadir sebagai BUMDes alias Badan Usaha Milik Desa, ada pula yang berbentuk Pokdarwis alias Kelompok Sadar Wisata. Yang menarik, selain menggunakan kerahu karet, arung wisata juga hadir dan dijual bebas dalam bentuk tubing menggunakan ban-dalam mobil sebagai rakit.

Masarakat dunia tahu, Indonesia merupakan Negeri Seribu Sungai. Ada Sungai Kapuas di Kalimantan Barat, serta Mamberamo di Papua, yang masuk jajaran sungai terpanjang dunia dengan rentang aliran lebih dari 1000Km. Bahkan Indonesia punya Sungai Tamborasi (dengan Panjang 20meter dan lebar 15 meter) di Kolaka, Sulawesi Tenggara yang resmi dicatat sebagai sungai terpendek dunia

Kita juga punya Krueng (Sungai) Alas di Provinsi Aceh dengan jeram-jeram besar dan ganas (grade IV plus) yang sukar diarungi. Namun lepas dari itu, sejak zaman baheula, sungai di Indonesia sudah menjadi bagian dari jelajah kehidupan masyarakat, jalan air dari dan ke sebuah tempat dengan berbagai wahana apung tetumbuhan: gedebong pisang, rakit bambu ataupun sampan kayu.

Citarum Rally - Bahaya menghadang sepanjang sungai Foto dok Caldera Rafting
Citarum Rally – Bahaya menghadang sepanjang sungai Foto dok Caldera Rafting

WANADRI – Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung asal Bandung, serta Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam – Universitas Indonesia (MAPALA-UI) Jakarta, tercatat sebagai kelompok pertama yang memanfaatkan sungai sebagai ajang petualangan arung jeram. Tahun 1975, MAPALA UI bersama Frank Morgan, petualang dan pengacara profesional, menggelar Ekspedisi Arung Sungai Mahakam dan Barito di Kalimantan, dan lalu Ekspedisi Sungai Alas di Aceh.

Tahun 1975, hadir Citarum Rally, lomba arung jeram pertama Indonesia, yang digelar WANADRI di Sungai Citarum, Jawa Barat. Pesertanya tak hanya dari Wanadri dan Mapala-UI, tapi juga diikuti oleh kelompok-kelompok pencinta alam lainnya, khususnya dari Jakarta dan Bandung. Kegiatan ini bergaung ke dunia luas karena banyak mendapat liputan pers: koran, majalah, radio dan TVRI.

Citarum Rally kembali berlangsung tahun berikutnya, Namun aktivitas arung jeram (saat itu populer disebut ORAD – Olah Raga Arus Deras) ini mendapat kecaman pedas dari masyarakat luas Indonesia, karena beberapa orang peserta (termasuk warga masyarakat penonton yang ikut-ikutan turun ke arus deras Citarum) tewas saat berlangsung Citarum Rally I dan II.

Perahu LCR bekas pakai ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia / kini TNI-AL), dan ‘rakit donat’ dari ban dalam mobil, digunakan para perintis ORAD untuk turun ke sungai. Berlatih pun cuma berdasar info artikel koran dan majalah, serta potongan video yang pernah tayang di TVRI, “Belum ada River Raft yang didesain buat arung sungai,” kenang Lody Korua, seorang dari puluhan remaja peserta Citarum Rally.

Lody berpendapat bahwa musibah Citarum Rally I dan II itu terjadi karena para pelaku di zaman itu, belum benar-benar faham apa itu aktivitas arung jeram. “Kala itu, para perintis ORAD baru sekadar tahu dari melihat gambar atau berita kecil di lembar koran atau majalah asing, bahwa di ’luar’ sana ada aktivitas baru bernama: white water rafting atau arung jeram sungai,” kenang Lody.

Dengan tersebar luasnya berita korban jiwa di ajang Citarum Rally I dan II itu, tak heran bila masyarakat luas berkesimpulan bahwa ORAD atau arung sungai merupakan aktivitas berbahaya dengan risiko tinggi: kematian pelakunya. Namun lepas dari ‘antipati’ masyarakat, para pencinta alam peminat ORAD terus berlatih dan memperbaiki diri dengan perlengkapan yang lebih memadai. *(Bersambung)

26/11/2022 PK 14:25 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.