Seide.id -Beberapa tahun lampau sebuah stasiun TV mewawancari saya ihwal penyakit-penyakit apa saja yang acap muncul sewaktu Lebaran. Bukan hanya sekali, lebih dari satu kali wawancara dengan topik ini minta dibahas. Saya menjuluki penyakit-penyakit yang acap muncul sewaktu Lebaran sebagai “Penyakit Lebaran”.
Aneh, dan heran, ada seorang teman lama merasa tidak nyaman dengan ungkapan ini, seolah julukan itu menyudutkan mereka yang merayakan Lebaran. Mengapa tidak menulis “Penyakit Natal” katanya. Dan saya tidak menanggapinya, merasa tidak perlu, dan buang energi berdebat soal keilmuan, karena ketika saya berargumentasi bahwa yang saya ungkapkan itu hal keilmuan, yang mestinya netral. Teman lama itu bilang hati-hati mengungkapkan hal yang netral. Semakin merasa aneh dan heran lagi saya terhadap ungkapan yang gagal paham itu, dan saya tidak merasa perlu meresponsnya.
Bahwa ada yang khas kalau acap muncul penyakit, atau lebih tepatnya serangan penyakit, sewaktu Lebaran. Sumbu pendeknya sudah menyala sewaktu menjalani hari berpuasa. Kalau saya harus mengatakan selama bulan puasa pada orang-orang dengan risiko terserang jantung, lambung, ginjal, asam urat, stroke, dan umumnya penyakit metabolik, itu karena hanya itu cara menjelaskan mengapa penyakit itu secara keilmuan menjadi banyak bermunculan. Sama sekali tidak ingin mengatakan bahwa berpuasa itu sesuatu yang buruk atau negatif. Hanya mereka yang gagal paham yang akan menuding saya menyudutkan pihak yang menjalani ibadah puasa.
Mengapa selama hari-hari berpuasa muncul kejadian yang khas, oleh karena terjadi perubahan pola makan, jenis menu, selain kebiasaan yang berubah selama hari-hari berpuasa. Bagi yang tubuhnya normal, tentu tidak selalu mengganggu. Tidak demikian bagi tubuh yang sudah berpenyakit, atau bahkan sudah berkomplikasi penyakitnya, dan tidak pula tepat melakoni hari berpuasanya. Maka muncul penyakit atau komplikasi penyakitnya. Keadaan itulah yang saya juluki sebagai Penyakit Lebaran, bukan sebagai sesuatu yang negaitf apalagi menyudutkan, melainkan kondisi yang mestinya dijadikan hikmah untuk diwaspadai.
Kekeliruan yang lazim terjadi, apabila tidak tepat melakoni hari berpuasa bagi tubuh yang sudah bermasalah, bila porsi makan berbeda dengan hari-hari tidak puasa, atau jenis menu yang berbeda, atau kebiasaan makan lain yang tidak sama. Maka saya memberi tahu, hendaknya jangan sampai terjadi perubahan dalam hal-hal tersebut agar penyakit dan atau komplikasi tidak sampai muncul. Hanya bila tidak berpikir negatif dan sikapnya bersahabat, mestinya tudingan terhadap ungkapan keilmuan ini tidak harus disikapi dengan yang membuat saya merasa aneh dan heran.
Penyakit metabolik terkait erat dengan pola makan, baik porsi makan maupun jenis menu yang berubah. Kejadian yang sama acap terjadi pula pada semua orang sehabis hari libur, terlebih libur panjang, terlebih libur hari berpesta, yang sedikit banyak mengubah pola makan maupun berlebihannya jenis menu, sebagaimana terjadi pada hari Natal, dan saya bisa saja menjulukinya sebagai Penyakit Natal, dan atau Penyakit Tahun Baru.
Pada umumnya penyakit yang kurang lebih sama juga bisa muncul sehabis hari-hari libur, maka bolehlah saya menjulukinya sebagai Penyakit Holiday, tanpa perlu ada pihak yang merasa pantas memprotesnya.
Orang cenderung tak terkendali selama berhari libur, terlebih mereka yang merasakan liburan sebagai pelepasan, sebagai pelarian, sebagai rasa merdeka telah lolos dari kungkungan stressor selama bekerja. Bukan sedikit orang sekarang yang bekerja tanpa passion, dan sebagai keterpaksaan menerimnya demi penghasilan semata. Orang yang tergolong begini, lebih seperti kuda lepas tambatan menghadapi hari liburannya. Kalap setiap kali menghadapi liburan. Akibatnya bisa buruk pengaruhnya terhadap fisiknya bila makan berlebihan, dan berubah pula jadwal hariannya selama berlibur,
Tubuh rentan terhadap perubahan jadwal harian, terlebih pada yang usia lanjut. Ada penyakit tertentu yang bermunculan selama piknik, atau Traveller’s diseases, juga lantaran berubahnya jadwal makan, jadwal tidur, dan pola makan selain kebiasaan makan.
Itu sebab serangan jantung, stroke, masalah ginjal, selain asam urat dan penyakit diabetik acap bermunculan atau kambuh atau terjadi serangan pada saat liburan, atau sesudahnya.
Sekali lagi, tujuan saya mengungkapkan semua ini demi kewaspadaan kita bisa kita tambah, agar semua yang berisiko merenggut nyawa, atau memperburuk penyakit, tidak perlu terjadi. Khususnya bagi mereka yang berisiko terkena. Siapa yang berisiko terkena?
Mereka yang tergolong punya risiko bila sudah mengidap diabetik, hipertensi, lipid darah tinggi, punya penyakit jantung, punya masalah ginjal, asam urat tinggi, gangguan lambung, lebih berisiko terkena dibanding tubuh yang normal.
Stroke bisa kita cegah apabila semua faktor risiko yang memunculkan serangan stroke kita kendalikan. Faktor risiko hipertensi, diabetik, asam urat, stres, bisa meledak pada kondisi-kondisi tertentu, seperti sedang mengalami stressor yang sama untuk waktu lama (malstress); bila mendadak tensi darah melonjak, bila irama jantung bermasalah.
Ada pun gejala awal atau prodromal stroke antara lain apabila langkah sewaktu berjalan sudah mulai limbung tidak bisa lurus melainkan meliuk-liuk sebab mulai terjadi gangguan keseimbangan tubuh; atau tidak terampil memasang kancing baju; atau tidak terampil memakai sandal dan sandal yang dipakai sering lucut; tulisan bertambah buruk; muncul gejala-gejala gangguan otak yang belum pernah terjadi seperti bila tidak berbakat vertigo, mendadak vertigo, atau muncul gejala parkinson, nyeri kepala hebat, kesemuanya itu perlu diwaspadai sebagai gejala awal stroke. Waspadai.
Segera minta scan otak, siapa tahu betul sudah mulai ada sumbatan pembuluh darah otak yang mengancam. Hanya dengan cara demikian serangan stroke bisa kita cegah. Dokter yang membaca hasil scan otak yang sudah bermasalah bisa melakukan sesuatu untuk mencegah agar stroke batal muncul, Oleh karena bila sudah telanjur terjadi serangan stroke, kelemahan dan kecacatan yang ditimbulkannya sukar bisa dipulihkan. Maka upaya mencegahnya jauh lebih berharga.
Gejala serangan jantung koroner itu nyeri dada yang klhas. Nyeri seperti ditindih barang berat, atau nyeri tidak nyaman yang menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, leher dan punggung; berkeringat dingin, sesak napas. Berbeda halnya dengan jantung yang sudah bengkak akibat komplikasi hipertensi, keluhannya sesak napas, selain bisa juga nyeri dada bila selain jantung bengkak ada juga sumbatan koroner.
Bagi yang sudah bermasalah pada ginjalnya, ada gangguan pola berkemih, berkemih lebih sedikit, atau sama sekali tidak berkemih. Pada yang asam urat tinggi, selain gangguan pada sendi khususnya sendi jempol kaki, bisa juga serangan batu ginjal sehingga kencing berdarah.
Pada yang pernah ada riwayat sakit lambung, selain mulai kembung, malas makan, mungkin pusing, mencret, bila gangguan lambungnya kambuh. Perhatikan tinja setiap buang air besar, bila warna tinja hitam, itu berarti sudah terjadi perdarahan lambung, maka perlu mewaspadainya. Lambung berdarah bila berlangsung hebat, lambung bisa jebol atau perforasi. Muntah darah, dan nyeri perut hebat memerlukan pertolongan gawat darurat.
Bagi yang berisiko terserang jantung koroner, hindarkan aktivitas fisik yang terlampau berat, cukup jalan kaki tergopoh-gopoh (brisk walking), itupun selama tidak muncul keluhan nyeri dada, atau sesak napas. Hal lain, tidak berjalan melawan angin kencang; buang air besar tidak mengedan, makan tidak sekaligus kenyang; kendalikan stressor, dan waspadai hubungan seks, khususnya bila bukan dengan pasangan sendiri. Bila ini semua diwaspadai, serangan jantung koroner tidak perlu terjadi.
Semua penyakit liburan, bisa kita cegah kalau kita melakukan beberapa upaya agar perubahan dalam jadwal makan, jadwal tidur, jadwal beraktivitas, selain pola dan pilihan menu tidak terlampau sampai mengganggu tubuh. Bila muncul juga tanda-tanda awal serangan stroke, dan atau jantung, dan ginjal, atau lambung sebagaimana diungkap di atas, segeralah minta nasihat dokter agar ada kesempatan kita bisa menggagalkan kejadiannya.
Semua yang saya tuliskan ini yang lazim saya ungkap dalam salah satu slide powerpoint seminar Sehat Itu Murah, ringkasan dari Buku Trilogi “Sehat Itu Murah”
Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul






