Presiden Joko Widodo dalam pidatonya pada sesi debat umum Sidang Majelis Umum ke-76 PBB, Kamis (23/09/2021) pagi WIB. Menyinggung potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang makin jauh dari harapan serta krisis politik di Myanmar – yang harus menjadi agenda kita bersama. Foto : Kemlu RI.
Seide.id – Presiden Joko Widodo tampil dalam pidato virtual di Sidang Majelis Umum ke-76 PBB, Kamis (23/9) pagi. Dalam forum ini Jokowi menyatakan bahwa kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani pandemi Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Juga nasib perempuan Afganistan, krisis Palestina dan Myanmar.
Dalam membahas penanganan Covid, dalam penanganan pandemi Jokowi mengingatkan kembali, no one is safe until everyone is yang artinya, tidak ada yang aman sampai semua orang aman.
“Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi. Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata,” ujar Jokowi yang berpidato dari Istana Bogor , sebagaimana dimuat laman Sekretariat Kabinet RI.
Di forum PBB, secara virtual, Jokowi menyoroti ketimpangan vaksinasi Covid dunia saat 241 juta dosis berisiko terbuang sia-sia – “Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi” – ungkapnya
Sebelumnya Presiden Amerika Serikat Joe Biden meminta para pemimpin dunia untuk berjanji memvaksinasi setidaknya 70% populasi global hingga September tahun depan.
Tetapi sebuah penelitian menunjukkan, negara-negara kaya masih menyimpan surplus vaksin, banyak di antaranya segera terbuang (kedaluwarsa).
Selanjutnya : Menata ulang arsitektur ketahahan kesehatan global
Selanjutnya Presiden Jokowi menyatakan dalam pidatonya:
Di masa depan, kita harus menata ulang arsitektur ketahanan kesehatan global (global health security system). Diperlukan mekanisme baru untuk penggalangan sumber daya kesehatan global, baik pendanaan, vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan tenaga kesehatan secara cepat dan merata di seluruh negara.
Diperlukan standardisasi protokol kesehatan global dalam hal aktivitas lintas batas negara, misalnya perihal kriteria vaksinasi, hasil tes, maupun status kesehatan lainnya.
Kedua, pemulihan perekonomian global hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antarnegara bisa bekerja sama dan saling membantu untuk pemulihan ekonomi. Indonesia dan negara berkembang lainnya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, pemingkatan kapasitas Sumber Daya Manusia dan berkelanjutan.
Ketiga, komitmen Indonesia terhadap ketahaman iklim, pembangunan rendah karbon serta teknologi hijau sudah jelas dan tegas. Tetapi proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitssi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi. Pandemi Covid-19 mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara.
Selanjutnya Marjinalisasi Perempuan di Afganistan