Seide.id – Setiap kali Ibu atau Bapak menjawab, “Sabar, yo, Le…!”
Saya diam dan tahu diri. Saya paham-sepahamnya untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu agar hati Ibu Bapak tidak terluka.
Mengalah, belajar untuk mengalah pada saudara dan mengalah untuk menunda kebutuhan itu hal biasa bagi saya. Sebagai anak bungsu dari 4 bersaudara, saya dituntut untuk tidak manja, tapi mandiri.
“Sabar, yo, Le!” adalah mantra sakti bagi saya. Karena saya tidak mau melukai hati Ibu Bapak. Saya mahfum-semahfumnya agar saya belajar sabar-sesabarnya, karena Ibu Bapak sedang terkendala dengan keuangan keluarga.
Hidup sabar-sesabarnya itu yang menempa saya jadi pribadi yang mandiri, percaya diri, tegar, dan optimistis.
Mandiri, agar saya tidak bergantung dan menggantungkan diri pada orang lain. Saya harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dan mewujudkan harapan itu dalam tindakan nyata.
Percaya diri, agar saya jeli dalam menganalisa keadaan, sehingga tidak sembrono atau sombong dalam mengambil keputusan. Tapi agar saya makin rendah hati untuk berserah dan mengandalkan Allah.
Tegar, agar saya jadi pribadi yang tahan uji. Jatuh bangun dalam menjalani hidup itu hal biasa. Yang luar biasa itu adalah semangat pantang menyerah hingga titik darah penghabisan. 1000 kali jatuh, 1001 kali kita bangkit lagi untuk jadi pemenang kehidupan.
Semangat optimistis, agar saya selalu menyalakan harapan jiwa untuk hidup bahagia. Kebahagiaan sejati itu diperoleh, ketika saya berani berbagi demi kebahagiaan pada sesama agar hidup makin bermakna.
“Sabar, yo, Le,” jika diejawantahkan memiliki makna yang dalam. Ketika memohon pada Allah, hendaknya kita sabar-sesabarnya. Apa pun yang dimohonkan itu hendaknya diwujudkan ke dalam tindakan nyata dan dalam kerendahan hati. Sehingga Allah berbelas kasihan untuk mewujudkannya, dan kita diberi yang terbaik.
Mantra sakti “Sabar, yo, Le” itu mengingatkan saya pada alm. mbah Singoredjo dalam kaitan kita untuk mengendalikan diri sendiri.
“Bagaimana kita mau mengalahkan keinginan sendiri, jika kita tidak berani mengalah pada orang lain?”
Intinya, hanya dengan jalan mengasihi sesama secara tulus ikhlas, kita dianugerahi dan dimampukan untuk melakukan kehendak Allah.
“Sabar, yo, Le!”
(Mas Redjo)