Upaya Sembuhkan Covid-19 dari Ramuan Dokter Tiwi sampai Bawang Putih Mantan Jurnalis

Dokter Tiwi

Oleh RAHAYU SANTOSO

Pandemi Covid-19 tidak hanya membuat bangsal rumah sakt penuh sesak, korban berjatuhan, mobilitas masyarakat dibatasi dan sejumlah kesulitan hidup lainnya, tapi juga menimbulkan berbagai upaya mengobatinya. Dokter Tiwi dan Zainudin, mantan wartawan Jawa Pos, adalah dua orang yang mengupayakan penyembuhan pasien Covid-19 dengan pengobatan alternatif yang menurut mereka berdua cukup efektif.

Nama Dokter Yosephine Pratiwi, tiba-tiba mencuat. Dokter di sebuah klinik kesehatan di Jalan Raya Takeran, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang ini mengklaim menemukan obat penyembuh Covid-19. Obat tersebut saat itu diakui sudah menyembuhkan sekitar 81 orang pasien Covid-19. Dan sampai saat ini, jumlahnya mencapai ratusan orang yang sembuh.

Begitu namanya mencuat, kliniknya langsung  kebanjiran pasien. Seorang sahabat saya Mas Budi, yang tinggal di Perumahan Griya Permata Alam, tak jauh dari klinik tersebut mengatakan, bahwa sejak diberitakan ramuan obat temuannya penyembuh Covid-18 di Harian New Malang Pos, maka klinik yang sehari-hari biasa saja, langsung kebanjiran pasien. ‘’Tapi, entah kenapa beberapa hari ini kok tutup,’’ kataMas Budi.

Dokter Tiwi

Sejak Selasa (3/8), klinik itu tutup. Tutupnya klinik tersebut karena kerumunan tak terelakkan saat puluhan pasien mengantre berobat di klinik yang terletak di sebuah ruko itu. Hingga hari-hari terakhir beroperasi masih banyak pasien yang berobat dengan terapi uap alternatifnya itu. Mayoritas pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dan kehabisan tempat di rumah sakit.

Dokter Pratiwi atau lebih dikenal dengan panggilan Dokter Tiwi menemukan alternatif penyembuhan gejala Covid-19 dengan terapi uap. Penemuannya sekrang  telah menyembuhkan ratusan orang. Sejak mulai dikenal pasien dari berbagai daerah berdatangan. Kewalahan, dari orang tua hingga anak kecil, bersepeda motor hingga bermobil semua pasien rela mengantre untuk penyembuhan terapi uap alternatifnya itu.

Terapi Uap

Menurut dr. Tiwi, temuan obat itu secara tidak sengaja. Setelah dirinya didatangi beberapa pasien terpapar Covid-19 yang tidak mendapat perawatan di rumah sakit, ataupun tidak mau ke rumah sakit untuk berobat.

“Dari banyaknya pasien yang datang, lalu saya mencoba memberi obat yang terjangkau dengan cara penguapan. Ternyata tiga pasien yang pertama saya coba sembuh,” ungkapnya.

Obat yang diberikan kepada pasien pun, obat pada umumnya. Yakni Abroxol, obat batuk berdahak yang berfungsi sebagai mukolitik. Obat ini bekerja dengan cara mengencerkan dahak. Lalu ditambah obat golongan kortikosteroid, yakni obat mengatasi peradangan, reaksi alergi dan penyakit autoimun

Obat-obat itu dilarutkan dengan Natrium Chlorida (Nacl) dan sedikit minyak kayu putih. Kemudian ditampung dalam nebulizer atau alat bantu penguapan. Terapi penguapan dilakukanke pasien di ruang terbuka.

Uap yang dihirup pasien membuat napas pasien menghangat. Karena ada kandungan Ambroxol dan Kortikolesteroid. Maka pasien akan batuk dan mengeluarkan dahak.

Cara penyembuhan itu diakui dalam kurun waktu bulan pertama mampu menyembuhkan 61 dari 83 pasien yang datang kepadanya. Dua yang meninggal itu sudah dalam kondisi akut. Satu tidak mau dirujuk ke rumah sakit dan satu lagi dirujuk tapi tak tertampung, lantaran umah sakit sudah penuh. ‘’Terapi penguapan ini mampu mengembalikan saturasi oksigen pasien ke taraf normal,’’ katanya.

Normalnya saturasi adalah 95 – 97, yang parah bisa 83 ampai 85 saja. Mereka diuap dua kali pagi dan sore di ruang terbuka. Didukung dengan asupan sehat. ‘’Ternyata sembuh dan saturasinya mencapai 95 atau lebih,’’ katanya. Selama perawatan dan isolasi, pasien dikontrol dan diminta kontrol secara rutin.

Sejak Desember 2020

Ternyata praktek penguapanke pasien Covid-19, sudah dlakukan oleh dr. Yosephine Pratiwi, sudah berlangsung cukup lama. Sejak Desember 2020. Diakui hasil temuannya itu belum dipatenkan. Karena ia memahami saat ini dalam kondisi darurat, maka lebih memprioritaskan untuk membantu penderita. ‘’Terutama yang tidak tertampung di rumah sakit, atau pasien tidak mampu,’’ ungkapnya.

Hasil  temuannya itu beberapa kali ditunjukkan pada rekan seprofesinya. Sayang, kurang direspon.  Saat ini ia telah mengajukan ke salah satu perusahaan farmasi di Jakarta, untuk diusulkan prouksinya. Tapi prosesnya belum selesai.

Ia juga sudah mengunggah hasil temuannya itu dalam video di akun instagram pribadinya, dr. Y. Pratiwi. Ia berharap, temuannya bisa dicontoh dokter lainnya dan juga masyarakat luas. ‘’Saya berharap ada pihak yang melirik dan mempublikasiannya dan juga menerapkan pada pasien yang mengalami gejala,’’ harapnya.

Ingat Zainudin

Apa yang dilakukan dr. Tiwi dengan pengobatan  uapnya hingga pasien muntah dahak, mengingatkan saya ke rekan saya Zainudin Iskan (63 tahun). Zainudin Iskan yang tinggal di Perumahan Manisrejo 1 Maidun itu adalah adik kandung Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN era Susilo Bambang Yudhoyono.

Zainudin, mantan wartawan Jawa Pos di Madiun yang terpapar cukup parah, hingga mengalami sesak napas, tak mau dirawat di rumah sakit. Ia cukup isoman dengan obat sederhana, yakni bawang putih.

Zainudin, mantan wartawan Jawa Pos

Bawang putih diparut kemudian dimakannya. Karena tak biasa makan bawang putih, ia sampai muntah-muntah. Termasuk muntah dahak. ‘’Setelah itu saya merasa napas mulai enteng, dan bisa tidur lelap malam itu,’’ katanya.

Bangun tidur pagi, ia ulangi lagi makan parutan bawang putih. Lagi-lagi ia muntah dahak. Sejak itu, napasnya langsung pulih. Dan sampai sekarang ia kembali segar bugar.

Tidak Ada yang Tahu

Ketika merasa terpapar, Zainudin tidak memberitahu siapa pun. Termasuk juga kepada istrinya. Ia hanya minta istrinya tidur di kamar lain dan tidak boleh mendekat. ‘’Istri saya patuh, walau terlihat terheran-heran. Mengapa? ‘’

Ia  memang sengaja menyembunyikannya, tidak mengaku kalau terserang Covid.  ‘’Agar mereka semua tidak panik,’’ begitu alasannya.

Ia  yakin terpapar Covid-19. Karena,  baik itu gejala,  proses sakit yang dialami,  maupun sumber tertularnya sangat jelas. ‘’Saya tertular ketika menjenguk dan meraba kening keponakan saya yang lagi positif Covid-19 di kamar rumahnya. Dan saya membetulkan pipa oksigennya yang lepas,’’ ceritanya.

Awalnya,  keponakan yang rumahnya di Desa Bukur,  Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun, masuk RS dan opname karena  sakit jantungnya kambuh. Pada awal bulan Desember 2020 lalu.  Saat itu,  ketika di-swab masih negatif.

Sang keponakan yang akhirnya meninggal minta ia menjenguk. Karena usia sudah 63 tahun, sebenarnya ia  dilarang menemuinya. ‘’Tapi saya  nekat saja, dan masuk ke dalam kamarnya.’’

Melihat slang oksigen di hidungnya terlepas,ia langsung menolongnya dipasangkan kembali ke hidung. Sehari kemudian,  ia merasa  tubuhnya sesuatu mulai terjadi. Gejala flu dan batuk mulai terasa. Ia  mulai curiga

Kemudian memasuki hari ke 5, tubuhnya mulai terasa berat dan lemas. Bernafas pun mulai terasa berat. ‘’Tubuhku mulai terasa ‘nggreges’ demam. Namun aku tetap tidak memeriksakan diri ke dokter.’’

Dua hari kemudian,  memasuki hari ke 8 dan 9, hidung sudah tidak bisa merasakan bau.  Dan tubuh tetap saja terasa ‘nggreges’ demam. Minyak kayu putih, garam dan minuman vitamin C terus diminum.

Malam hari,  demam tubuhnya semakin menjadi. ia benar-benar menggigil kedinginan. Tidak seperti biasanya. Setelah ditempeli termometer, ternyata  panas tinggi. Hingga 38,9 derajat Celcius

Ia  mulai menyadari,  benar-benar terserang Covid 19. Ia  juga sadar,  ini sudah cukup membahayakan.  ‘’Aku langsung bangun,  keluar kamar. Mencari bawang putih 3 siung, dan aku parut lembut. Ditaruh di sendok,  aku tambahi garam Himalaya. Terus aku minum dengan satu gelas air putih,’’ ceritanya.

Karena tidak terbiasa makan bawang,  sesaat kemudian ia  mual.  ia muntah. Keluarlah parutan bawang putih tadi bercampur dengan dahak. Ternyata banyak sekali dahak yang menyumbat tenggorokan.

‘’Plong rasanya leherku,  dan nafas sedikit mulai lega. Hidungku mulai bisa merasakan bau lagi. Malam itu saya mulai bisa tidur,’’katanya.

Namun esoknya,  ia  demam tinggi lagi.  Dan tubuh masih terasa lemas, lunglai. Ia  ulangi minum bawang lagi. Dan muntah lagi bersamaan dengan dahak. ‘’Tubuhku mulai terasa enak,  dan nafas mulai lega,‘’ ujarnya.

Berangsur- angsur ia  mulai merasakan mulai sehat kembali. Semakin baik dan baik,  dan pulih kembali. 

‘’Beberapa hari kemudian,  aku sudah bisa bangun dan keluar rumah. Dan bisa beraktifitas kembali, bergabung sebagai Ta’mir Masjid,’’ ujarnya

Ia berharap semoga  pengalamannya ini membangkitkan semangat menerapkan disiplin prokes untuk mencegah terpapar Covid-19.*

Avatar photo

About Rahayu Santoso

Penulis, editor, studi di Akademi Wartawan Surabaya, tinggal di Madiun