Saya tidak tahu pak-bapak atau bu- ibu yang mengecam Citayam Fashion Street manusia kelahiran tahun berapa.
Kalau dia sepantaran saya yang tahun 80an adalah anak remaja, pastilah dia kurang gaul. Atau mungkin dia anak pejabat orde baru yang bisanya cuma melanjutkan generasi bapaknya yang tukang kecam dan larang.
Tahun 80an adalah tahun di mana anak remaja seputaran warung tegal Stadion Menteng, Jakarta Pusat, menjadi cikal bakal lahirnya breakdance alias “tari kejang” yang mereka tiru habis dari pusatnya di kawasan miskin Bronx Amrik sana.
Lokasi favorit breaker unjuk aksinya saat itu di Jakarta ada di sekitar Monas, Menteng, Sarinah-Thamrin, dan Blok M, kawasan sekolahan gue dulu. Lagu pengiring andalan mereka ialah “Zoolook” dari Jean–Michel Jarre atau lagu-lagu garapan Buffalo.
Breakdance pun dengan cepat merambat dan merambah ke kota-kota besar di Indonesia.
Entah apa yang ada di otak pejabat saat itu, adalah Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara menuduh breakdance sebagai simbol kemerosotan moral generasi muda. Padahal pejabatnya banyak yang moralnya dipertanyakan.
Tahun 1985, Mendikbud Nugroho Notosusanto yang terkenal ahli memelintir sejarah berusaha keras mempersempit ruang gerak breakdance dengan menggalakkan tarian daerah seperti zapin. Kuasa banget ya ngatur selera remaja. Bahkan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kota Surabaya melarang breakdance.
Gubernur DKI Jakarta 1982-1987, Soprapto, masih lumayan bilang walau breakdance gak menguntungkan apalagi mendidik cuma berusaha menertibkan. Breakdance dilarang beraksi di jalanan atau taman kota, harus di tempat khusus, seizin pemda, dan aparat keamanan. Khas pejabat yang waktu itu rata-rata diserahkan ke mantan militer.
Gubernur Jawa Tengah waktu itu, Muhammad Ismail yang militer juga, gak mau kalah. Festival breakdance di Semarang, dibubarkan.
Dan yang paling fenomenal larangan Kakanwil Depdikbud Ambon yang bilang bahwa breakdance bertetangan dengan Pancasila dan UUD 45. Gile. Khas carmuk jaman orba banget. Apa hubungannya seni menari patah-patah (istilah yang diberikan Arswendo Atmowiloto yang menolak sebutan tari kejang) dengan Pancasila dan UUD.
Dan saya lagi nunggu nih, setelah gagal paham karena ada yang membandingkan fashion dengan perolehan medali emas Olimpiade Matematika Dunia, yang gak nyambung itu, apa ada yang akan bilang CFW Sudirman – Citayam – Bojong Gede – Depok juga bertentangan dengan Pancasila dan merusak moral bangsa?
Kalau ada, kalian adalah generasi norak yang lahir langsung tua. Gak pernah muda.
Ramadhan Syukur