Bagaimana Reza Rahadian Bisa Terpilih Sebagai Ketua Komite FFI ?
Itu salah satu pertanyaan wartawan dalam acara konperensi pers secara daring peluncuran FFI 2021, Kamis (15/7/2021) sore. Pertanyaan itu tentu saja ditujukan kepada actor Reza Rahadian dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Tetap FFI 2021 – 2023.
Reza yang dalam konperensi pers menjadi pembawa acara, menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya secara pribadi maupun untuk pelaksanaan FFI 2021 dengan tenang.
“Penunjukan saya oleh BPI (Badan Perfilman Indonesia), yang meminta kepada saya menjadi Ketua Komite FFI. Ini adalah, bukan hanya rasa kecintaan saya, tapi bentuk bagaimana saya memberikan kembali keapda industri perfilman Indonesia,” jawab Reza.
Sebagai Ketua, lanjutnya saya ia diberikan tanggungjawab dan wewenang dalam melaksanakan FFI. Dalam proses pemilihan anggota komite yang lain, ia menegaskan mengutamakan profesionalisme dari profesi masing-masing.
“Yang pertama adalah profesionalitas,” katanya.
Mengenai visinya dalam menjalankan FFI, Reza menjelaskan, dalam waktu tiga tahun ke depan salah satu hal terbesar disaya lakukan dalam infrastruktur dan arsitektur. Itu dimulai dari pemilihan tim keanggotaan, bagaimana mereka bekerja, dan dukungan yang diperlukan bagi mereka.
“Program utama yang jadi hilite adalah kerja tim yang sejauh ini luar baisa. Kita bisa evaluasi, memonitor dan memperbaiki system yang ada di FFI. Salah satunya di bidang penjurian. Dari tahun ke tahun kita berharap bisa memperbaiki seluruh ornamen terbaik, dalam sebuah system yang dianggp terbaik dalam ekosistem perfilman Indonesia,” paparnya.
Setelah itu Reza memperkenalkan anggota panitia lainnya, dimulai dari Ketua Dewan Juri Garin Nugroho. Garin adalah sineas kawakan yang sudah menorehkan prestasi di festival dalam negeri maupun internasional.
“Garin Nugroho adalah figur tokoh perfilman yang membuka kesempatan bagi pencinta perfilman Indonesia, bukan hanya di Indonesia tapi juga di festival-festival internasional,” kata Reza tentang Garin.
Pelaksanaan FFI secara daring saat ini menurutnya merupakan suatu tantangan, sekaligus juga suatu kesempatan. Ketika ditanya apa peran pemerintah dalam penyelenggaraan FFI ini, Reza secara jujur mengakui, insan film tidak bekerja sendiri. Ada kementerian (Kemdikbud) dan Badan Perfilman Indonesia (BPI).
“FFI tidak akan berjalan tanpa adanya peran pemerintah. Sampai saat ini pendanaan dari pemerintah, sebagian besar dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah jadi kolaborator dan fasilitator agar FFI berlangsung. Jadi tugas komite adalah untuk menjaga hubungan baik, komunikasi dan transparansi penggunaan dana. Saya pastikan alokasi dana terserap dan dipergunakan denan baik,” katanya.
Dalam penampilanya di acara konperensi pers itu Reza Rahadian terlihat lebih matang dan terkesan sangat cerdas. Secara perlahan namun pasti, dia telah menjelma menjadi calon tokoh perfilman yang perlu diperhitungkan di masa mendatang.
Mengutip Wikipedia, Reza Rahadian Matulessy, nama lengkapnya, lahir di Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 5 Maret 1987. Ia memiliki darah Iran dan Ambon, Maluku. Ayahnya bernama Rahim, berdarah Iran dan Pratiwi Widantini Matulessy, yang berasal dari Maluku. Nama Rahadian adalah gabungan dari nama orang tuanya, yang berarti anak buah hati dari Rahim dan Pratiwi, sedangkan Matulessy adalah nama keluarga sang ibu. Orang tuanya telah berpisah sejak ia masih berusia enam bulan.
Reza memulai kariernya di dunia hiburan dengan menjadi seorang model. Ia berhasil meraih juara Favorite Top Guest untuk majalah Aneka Yess! di tahun 2004.[2][3]. Ia mengawali karier aktingnya dalam sebuah sinetron dengan judul Inikah Rasanya yang diproduksi oleh Rapi Films pada tahun 2004. [4] Ia mengawali debutnya dalam berperan di film layar lebar berjudul Film Horor pada tahun 2007.
Pada tahun 2009, ia bermain di film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan judul Perempuan Berkalung Sorban. Meskipun awalnya ia mengikuti audisi untuk karakter minor, sang sutradar memilihnya untuk memerankan peran utama yang lebih besar, yakni sebagai Samsuddin, yang berwatak kasar dan suami yang berpoligami. Melalui film tersebut, ia berhasil meraih Piala Citra untuk kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik. Selanjutnya, ia berakting dalam film 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta dan Alangkah Lucunya (Negeri Ini) yang berhasil membuatnya meraih penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik di Festival Film Indonesia 2010.
Ketika bermain dalam film Brokenhearts, ia mendapatkan peran sebagai seseorang yang menderita anoreksia nervosa, dan harus kehilangan berat badan sebanyak sepuluh kilogram demi mempersiapkan peran itu. Kemudian, ia berakting dalam film Perahu Kertas dan juga sekuelnya, Perahu Kertas 2, yang diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari dengan judul sama. Ia berperan sebagai seorang pengusaha bernama Remi. Menurut jurnalis dari The Jakarta Post, Niken Prathivi, ia telah tampil dengan baik “seperti yang diharapkan“, karena menunjukkan perjuangan mental antara cinta dan bisnis.[6]
Pada akhir tahun 2012, ia mendapatkan peran sebagai mantan Presiden Indonesia, yakni B. J. Habibie dalam sebuah film biopik yang disutradarai oleh Faozan Rizal dengan judul Habibie & Ainun, yang menceritakan kisah hidup dan romansa antara sang mantan presiden dan istrinya, Hasri Ainun Besari yang diperankan oleh Bunga Citra Lestari. Dalam sebuah artikel, Niken dari The Jakarta Post kembali menyatakan bahwa ia telah memberikan representasi “sempurna” dari mantan presiden tersebut, baik dalam hal sosok maupun tingkah lakunya.[7] Film ini pun membuahkan penghargaan dalam kategori Pemeran Utama Pria Terbaik pada Festival Film Indonesia 2013 baginya.
Pada tahun 2016, ia bermain dalam film My Stupid Boss yang meraih sukses secara artistik dan juga komersial. Film tersebut memberinya gelar sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik untuk ketiga kalinya bagi Reza pada ajang Festival Film Indonesia 2016. Pada tahun yang sama, ia kembali memerankan tokoh B.J. Habibie muda dalam film prekuel dengan judul rudy habibie, yang mengisahkan masa mudanya saat masih menuntut ilmu di Jerman.
Pada bulan Agustus di tahun yang sama, ia mementaskan sebuah karya teater dengan judul Bunga Penutup Abad, yang merupakan adaptasi dari naskah novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa yang merupakan karya dari sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Pementasan ini mengundang antusiasme dan respon positif dari kalangan penikmat budaya maupun kritikus seni.[8]
Pada tahun 2018, ia kembali dipilih oleh sutradara Hanung Bramantyo untuk bermain dalam Benyamin Biang Kerok, yang merupakan remake dari film berjudul sama di tahun 1972. Ia memerankan tokoh Pengki yang sebelumnya dibawakan oleh seniman Betawi kawakan, yakni Benyamin Sueb.
Setelah vakum sejak tahun 2015, ia kembali membintangi sinetron, dengan judul Masjid Yang Tak Dirindukan yang tayang di ANTV pada tahun 2019 dan berperan sebagai Malik Aryaputra. hw