Tindakan Bijak yang Tercermin Melalui Pepatah Jawa (Bagian 37)

Foto : Dok. Pribadi

Pengantar Singkat: Kata-kata mutiara dan nasihat bijak Jawa kuno dari para leluhur Jawa, adalah juga salah satu dari Falsafah hidup bangsa Indonesia yang begitu indah dan penuh dengan makna kehidupan yang mendalam, semoga dapat menginspirasi Anda dalam menjalani kehidupan Anda sebagai manusia yang sedang selalu berusaha menuju ke arah yang lebih baik.

  1. DADYA TUNGGAK ISIH TETEP DIOGAK-OGAK

Kata-kata bijak Jawa ini memiliki arti harfiah bahwa keberadaan orangtua walaupun sudah meninggal dunia akan tetap di bawa-bawa oleh perilaku anak-cucunya yang masih hidup.

Tunggak adalah bonggol batang kering tumbuh-tumbuhan setelah tumbuhan itu mati ditebang. Sedangkan diogak-ogak artinya digoyang-goyang, apakah itu akan dicabut untuk dibuat kayu bakar atau dibuat bahan sesuatu yang berguna sebagai barang antik seperti meja ukir, kursi ukir, maupun hiasan lain seperti patung kayu yang mahal harganya.

Kalimat itu adalah sebuah ibarat yang mengibaratkan bahwa orang tua memiliki peran penting terhadap pendidikan anak-anaknya ketika masih hidup.

Orang tua adalah guru dalam pendidikan rumah tangga atau keluarga terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu, peran orang tua yang sangat penting seperti itu, akan memiliki dampak yang besar terhadap pandangan masyarakat yang berada di sekelilingnya dan mengenal mereka. Apalagi kalau orang tua ketika masih hidup menjadi ‘public figure’ bagi banyak orang. Ketika mereka sudah meninggal dunia mereka juga akan turut dibicarakan oleh masyarakat karena perilaku anak-anak mereka.

“Anaknya siapa dulu? Atau siapa orangtuanya?” Itulah salah satu pertanyaan yang terlontar ketika masyarakat melihat perilaku seseorang yang tidak akan bisa melepaskan begitu saja dengan peran orang tuanya walaupun mereka sudah meninggal dunia. Jika anak itu berbuat kebaikan maka orang tuanya pun akan mendapat penghargaan yang baik. Demikian pula sebaliknya jika anak-anak mereka berbuat buruk maka nama mereka sebagai orang tua, walaupun sudah meninggal dunia, akan ikut dibawa-bawa atau dibicarakan oleh orang lain.

Padahal sesungguhnya pendidikan anak adalah juga turut ditentukan oleh pendidikan mereka di sekolah dan juga di masyarakat dalam pergaulannya sehari-hari. Meskipun demikian kebanyakan orang akan melihat bahwa sedikit banyak perilaku seorang ditentukan oleh pendidikan orang tuanya.

Kata-kata bijak ini sesungguhnya memberikan pelajaran dan peringatan kepada kita semua yang masih hidup bahwa peran orangtua dalam pendidikan anak-anak mereka sungguh vital dan sangat penting, tidak bisa diabaikan begitu saja.

Jika anak-anak berbuat baik maka orang tua ikut mendapatkan penghargaan yang selayaknya, demikian pula jika anak-anak mereka berbuat buruk orang tua juga akan mendapatkan cibiran paling tidak namanya terbawa-bawa walaupun ia sudah tiada.

  1. YEN WIS SAGUH AJA MINGKUH

“Yen wis saguh” (jika sudah sanggup). “Aja mingkuh” (jangan ragu-ragu). Secara harfiah pepatah Jawa ini mengingatkan kepada kita, jika kita sudah menyanggupi untuk melakukan sesuatu, janganlah ragu melakukannya. Mesti saja dalam hal-hal yang positif, baik dan benar.

Kesanggupan yang dilaksanakan mesti telah melalui proses pertimbangan yang masak-masak yakni memilih yang baik (positif) dan menolak yang jahat (negatif). Misalnya jika telah berjanji harus ditepati jangan diingkari.

Kata “sanggup” nyaris identik dengan kata “ya!” Oleh sebab itu kalau kita sudah berkata “ya!” haruslah “ya!” bukan “tidak!” Konsekuensinya, jika seseorang telah mengingkari kesanggupannya ia akan dikatakan sebagai “prawira saguh jaya endha.” (sanggup, siap, seperti seorang perwira, tetapi menghindar dari tanggung jawab).
Kata-kata bijak ini hendak mengingatkan kepada kita agar kita tidak menghindar dari rasa tanggung jawab dari apa pun yang telah kita sanggupi dalam hal-hal yang positif.

/ Kopen, 8 Oktober 2022

Tindakan Bijak yang Tercermin Melalui Pepatah Jawa (Bagian 36)  

About Y.P.B. Wiratmoko

Lahir di Ngawi, 5 April 1962. Purna PNS ( Guru< Dalang wayang Kulit, Seniman, Penyair, Komponis, penulis serta penulis cerita rakyat, artikel dan buku. Telah menulis 200 judul buku lintas bidang, termasuk sastra dan filsafat. Sekarang tinggal di dusun kecil pinggir hutan jati, RT 021, RW 03, Dusun Jatirejo, Desa Patalan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur