“Kita harus melakukan tobat ekologis, karena Indonesia menghadapi krisis lingkungan hidup.” Demikianlah dinyatakan berapi api oleh calon wakil presiden Muhaimin Iskandar.
OLEH DENNY JA *
GIBRAN RAKABUMING Raka menyentilnya dengan santai saja. Gus Imin, jika memang sangat serius dengan lingkungan hidup, mengapa Gus Imin masih menggunakan botol air minum yang dibuat dari plastik? Bukankah botol dari plastik itu hal yang buruk buat lingkungan hidup? Dengan kata lain, seruan tobat secara ekologis itu tak dikerjakan oleh Gus Imin sendiri.
Ini salah satu warna-warni dalam debat capres- cawapres yang ke-4. Atau ini debat kedua antara cawapres: Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.
Tentu saja hal besar dalam debat ini soal gagasan. Mimpi dan strategi apa yang dipertarungkan oleh ketiga calon ini?
Mengapa debat gagasan ini penting? The social origin, sejarah debat antar calon pemimpin ini, awalnya memang soal gagasan. Kita bisa lacak sejarah debat calon pemimpin yang dipilih pertama kali yang dikenal dalam sejarah modern di Amerika Serikat.
Itu terjadi di tahun 1858, lebih dari 165 tahun lalu. Debat berlangsung antara Lincoln dan Douglas. Ini debat tentang gagasan yang minta ampun pentingnya bagi masa depan Amerika Serikat saat itu.
Negara itu harus memutuskan masa depan Amerika. Apakah perbudakan kulit hitam itu akan lanjut? Ataukah mereka perlu melarang perbudakan kulit hitam.
Douglas dengan tegas menyatakan industri perkebunan di Amerika Serikat memerlukan perbudakan. Jika tidak, perkebunan akan mati. Amerika Serikat bagian selatan akan bergolak dan berontak.
Sementara Lincoln menyatakan tak kalah tegasnya. Perbudakan harus diakhiri. Manusia dilahirkan setara. Penghormatan pada kesetaraan manusia harus mengalahkan yang lain. Industri harus dibangun di atas prinsip kesetaraan manusia.
Debat itu dilakukan di lapangan terbuka. Mereka ditonton oleh 20.000 orang.
Format debat itu juga sangat unik. Mereka berdebat tanpa moderator. Masing-masing bicara pembukaan sekitar satu jam. Salah satu mulai bicara. Setelah selesai, kompetitornya juga memberi pengantar satu jam.
Setelah itu, masing masing memberi sanggahan dan respon, setengah jam. Lalu closing statement.
Begitu klasik debat antara Lincoln versus Douglas. Dalam kelas orasi politik, acapkali debat ini diperankan oleh para mahasiswa.
Sekarang ketika debat calon pemimpin disiarkan di Televisi, durasi debat mulai dibuat dalam aneka paket. Di Indonesia, misalnya, para calon presiden dan wakil presidn bicara per-satu menit, per-dua, menit per- empat menit.
Apa gagasan utama yang kita tangkap dari Gibran, Muhaimin dan dari Mahfud?
Gibran menyatakan hal yang menjadi program besarnya bersama Prabowo. Yaitu pentingnya hilirisasi. Baik itu hilirisasi untuk pertanian, pertambangan dan lain sebagainya.
Program hilirisasi bisa membawa Indonesia keluar dari middle income Trap. Ia membuat Indonesia muncul lebih jauh lagi ke tahun 2045. Itu era yang disebut Indonesia menjadi negara nomor empat terkuat di dunia secara ekonomi.
Gibran menambahkan bumbu di sana. Bahwa hilirisasi itu kini terjadi di zaman Now. Karena itu juga dia harus memberikan solusi zaman now. Dan juga mengikut sertakan begitu banyak pelaku di zaman now, para generasi muda.
Di samping kuat gagasannya, Gibran pun memberikan satu hentakan magnet kepada pemilh generasi milenial yang sekarang ini jumlahnya sekitar 50%.
Sedangkan Cak Imin mulai menyusun orasinya tentang situasi buruk Keadilan di Indonesia. Ujar Cak Imin, 16 juta petani gurem hanya memiliki rata rata setengah hektar tanah.
Sementara ada pengusaha yang mendapatkan HGU ratusan ribu hektar tanah: Dalam konteks inilah, isu perubahan menjadi sangat penting.
Sisi kritis yang sama dinyatakan Mahfud MD. Ia memulai dengan situasi pangan belumlah berdaulat. Lahan petani semakin sedikit, tapi subsidi makin besar.
Terjadi polusi di udara dan di laut. Sumber daya alam kita menjadi sumber sengketa.
Seperti biasa, karena itu keahliannya Mahfud pun menyatakan perlunya eksekusi hukum yang berkomitmen dan berani.
Untuk sumber daya alam, diperlukan komitmen dan keberanian untuk pemanfaatannya, pemerataannya, terbuka pada partisipasi masyarakat, dan menghormati kearifan lokal.
Siapa yang menang dalam debat di antara tiga calon wakil presiden ini? Dilihat dari ketegasan dan arah gagasannya, memang Gibran dan Muhaimin Iskandar memiliki positioning yang lebih kuat.
Cak Imin membawa isu perubahan. Sementara Gibran membawa isu keberlanjutan dan perbaikan. Mahfud MD tak setegas itu positioningnya.
Namun memang Gibran lebih diuntungkan berdasarkan situasi elektoral hari ini. Kantong suara pemilih yang ingin berkelanjutan itu jauh lebih banyak dibanding kantong pemilih yang ingin perubahan.
Yang ingin keberlqnjutan karena puas dengan Jokowi, jumlahnya sekitar 75% sampai 80%. Sementara mereka yang ingin perubahan karena tak puas dengan Jokowi, jumlahnya sekitar 20% sampai 25%.
Bisa dikatakan, kantong suara yang ingin keberlanjutan dibandingkan kantong suara yang ingin perubahan, jumlahnya tiga kali hingga empat kali lebih besar.
Berdasarkan riset, efek elektoral debat capres- cawapres sangat kecil, 2-3% saja. Tapi debat para pemimpin memang perlu ditradisikan dan dirawat sebagai bagian proses dari pilihan kebijakan di ruang publik. *
Penulis adalah pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI, 2003) Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 2005), Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI, 2007), serta Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI, 2009)