MENULIS ITU ASYIK (6): DESKRIPSI
Oleh BELINDA GUNAWAN
Ms. Maggie mungkin gerah melihatku duduk menungguinya membuat satu dokumen yang kubutuhkan. Apalagi kantornya kecil hingga aku terpaksa duduk di depan mejanya.
“Di seberang jalan ada taman. Dan hari ini cerah. Why don’t you go there and enjoy the sunshine?”
Walaupun sebagai penduduk katulistiwa aku tidak kemaruk matahari, aku tidak mau “diusir” dua kali. Maka menyeberanglah aku.
Taman itu bukan Hyde Park, hanya taman biasa di tengah kota London. Relatif kecil dan sepi. Beralaskan rerumputan yang dilapisi daun-daun rontok — meskipun masih summer — di sana-sini tumbuh pohon-pohon jangkung, juga bangku-bangku panjang yang kesepian. Aku melangkah ke salah satunya, menimbulkan bunyi gemerisik dedaunan yang kupijak.
Angin berkesiur, aku merapatkan sweater. Begitu duduk, lagi-lagi terbayang wajah kedua anakku yang kali ini kutinggalkan begitu jauh dan lama.
Ups…stop, stop, aku mengingatkan diriku. Kali ini batasi kenanganmu.
Ya. Kali ini aku ingin menyampaikan, betapa kenangan tentang suatu tempat seringkalli begitu kuat hingga bisa menjadi setting sebuah fiksi. Demikian pula taman ini bagiku, sampai tahu-tahu aku menjadikannya setting adegan puncak novelku, “Tali-temali Cinta”. Namun entahlah, apakah deskripsiku cukup baik. Waktu menulisnya aku sangat fokus pada perasaan tokohku sih….
Bagaimanapun, DESKRIPSI adalah unsur penting dalam menulis fiksi. Menempatkan satu adegan di tempat yang nyata membuat kita menulis lebih lancar. Sekaligus, kita mengajak pembaca ikut berada di tempat tersebut. Syukur-syukur kalau pembaca bisa diajak ikut terlarut dengan emosi karakter kita.