Seide.id – Saatnya aku mengambil keputusan itu. Tidak ada gunanya aku melihat situasi, menimbang, menunggu, dan apalagi menundanya kembali!
“Sekarang saat yang paling tepat!” pikir saya mantap.
“Jangan emosi. Apa keputusanmu itu sudah dipikir dengan seksama. Ingat, krisis sekarang itu berbeda dengan tahun 98. Sekarang makin komplek. Ya, krisis energi, pangan, ekonomi, dan krisis pembeli. Jangan gegabah!”
“Baca itu berita ekonomi dunia yang bertebaran di medsos. Apakah kau mau nekat dan siap merugi? Jika rumahmu disita bank, keluargamu tinggal di mana…?”
Untuk yang kesekalian kali saya meragu, dan mencoba menelaah semua itu dengan hati-hati.
Kredit bank sebagian telah terpakai untuk menomboki usaha anak yang ditipu kolega bisnisnya. Gara-gara anak tergiur oleh keuntungan besar dan secara instan, sehingga lengah dan usahanya bangkrut.
Sejelek-jeleknya anak adalah darah dagingnya sendiri. Hal itu tidak harus disesali, tapi disyukuri. Allah mencelekkan hati ini untuk melihat agar saya makin perhatian pada keluarga. IA mengingatkan saya. Dan tidak ada kata terlambat untuk berubah, memperbaiki, dan mohon berkat-Nya.
Saya akui, krisis kali ini memang sangat dahsyat. Banyak negara bakal jadi pasien IMF (International Monetary Fund). Belum lagi ledakan phk telah menanti di depan mata. Saya jadi ngeri membayangkan semua itu. Tapi saya percaya, hal itu dapat diatasi dengan kejernihan hati untuk berserah dan andalkan Allah.
“Yang penting saya menyelamatkan usaha keluarga lebih dulu,” pikir saya optimistis.
Selalu optimistis, karena sepahit-pahitnya hidup ini, kita tidak boleh kehilangan harapan. Allah bakal menolong dan menyelamatkan kita, karena IA sumber sukacita.
Saya telah berhasil menaklukkan Ibukota, walau awalnya sebagai pekerja kasar. Lalu jatuh bangun merintis usaha, dan cukup sukses. Kini krisis itu menakut-nakuti dan mengancam saya untuk menyerah.
Sekali lagi, keoptimisan itu yang membuat kepercayaan diri saya makin menguat.
Selalu mengambil hikmat dari benturan hidup, itu yang membuat saya jadi makin ulet, tabah, dan tahan banting. Sehingga, karena anugerah Allah, saya dimampukan melihat hikmah dari peristiwa dan masalah pahit itu.
Sesungguhnya, ketakutan, cemas, dan kekhawatiran yang berlebihan itu datang dari pikiran sendiri. Kita kehilangan rasa percaya diri, iman melemah dan rapuh. Sehingga kita meragukan anugerah Allah yang luar biasa.
Sesungguhnya, sedahsyat apa pun krisis itu dapat ditanggulangi dan diatasi, ketika kita datang untuk sujud dan rendahkan diri di hadapan Allah.
Sesungguhnya dengan berpikir kreatif, kita diajak untuk berani berubah hadapi tantangan zaman. Berpikir kreatif untuk mengantisipasi persoalan yang mungkin terjadi agar kita “eling lan waspada.”
Semangat rendah hati, percaya diri, dan ainul yaqin kita pasti mampu atasi krisis itu.
Teruslah berjuang, dan rendah hati. (Mas Redjo)