Heriyanti, Jusuf Hamka, Tommy Soeharto

Oleh SUNARDIAN WIRODONO

Sebelum kasus Heriyanti, ada kasuslain, di mana Jusuf Hamka, dengan nada putus asa akhirnya bilang; “Baiklah, saya yang salah, saya mintamaaf.” Awalnya dari dirinya sebagai tamu dalam podcast DeddyCorbuzier. Jusuf Hamka menceritakan salah satu masalah yang dialaminya, berkaitperbankan syariah di mana ia menjadi nasabahnya. Dari yang dialaminya, dikatakan pihak bank melakukan mal-administrasi, dan dalam penilaiannya hal itu tak mencerminkan kesyariahan yang bersendi pada bagi hasil.

Akibat pernyataannya, MUI langsungmenyemprot Jusuf Hamkamencemarkannamabaik bank syariah. Jusuf Hamka pun dibullybegiturupa oleh kalangantertentu. Di mana tertentunya? Di situ itu! Ingatkarakternetijen Indonesia? Ada komentar yang menyebut Jusuf Hamkamelakukanpelecehan agama.

Padal, ia sudah menyebut itu dialaminya dan terjadi pada salah satu lembaga bank syariah, di mana ia menjadi nasabah. Bukan bank syariah keseluruhan, dan apalagi syariah sebagai sistem. Ini mengenai praktik perbankan (kebetulan bersistem syariah) yang merugikan Jusuf Hamka. Untuk kasus itu, Jusuf Hamka menyatakan siap melakukan gugatan hukum.

Itu Jusuf Hamka. Bukan lagi mualaf, karena sebagai keturunan China ia sudah lama berpindah ke agama islam. Iaanak angkatHamka, ulama terkemuka dan pernah memimpin MUI. Hanyakarena pernyataan tentang kasus yang dialaminya, ia disemprot netijen begitu rupa. Senyampangitu, siapakahHeriyanti, anakbungsuAlkidi Tio? Siapa pula Alkidi Tio?

Heriyantiini orang bodohatau orang pinter? Rakyat minyak wangi atau rakyatjelantah? Beda kelas bisa beda bau. Juga beda resiko-resikonya terhadap segala hal-ihwalnya di Indonesia Raya ini. Apalagi tidak seterkenal Hartono Bersaudara, yang menjadi orang Indonesia terkaya dalam versi Bloomberg. Jika pun dermawan, Alkidi Tio pasti juga tidak sedermawan dengan para anonim yang suka rela menyum bangke Palestina?

*

Tulisan Hamid Awaludin, dengan membandingkan kasus harta warisan Batu Tulis Bogor yang ‘ditemukan’ Kemenag zaman Megawati, juga berbagai hal-hal ajaib dari sejak Presiden Sukarno, Soeharto, dan sebagainya, adalah tidak relevan. Apalagi dalam tulisan itu, Hamid secara cerdik (tricky) mempromosikan nama Jusuf Kalla, sebagai malaikat penyalamat atau oknum yang paling bernalar. Emang, Jusuf Kalla mau majuCapres 2024? Ufs! Lho, siapa tahu, karena Mahathir Mohamad memenangkan pertarungan PM di usia jauh lebih tua dari JK.

Dalamhal Hamid, saya,sih, menunggu kapan-kapan ceritasoal air biru yang bisamenjadienergipengganti BBM yang disodorkan pada SBY sewaktu menjadi Presiden, di mana Hamid adalah Menteri Kumham. Atau pan-kapan pula, Hamid akan menuliskan soal akal dan moral sehat bagaimana dulu duit Tommy yang tersimpan di Bank luar negeri, bisaditarik ke rekening milik Kemenkumham, padahal Tommy dalamposisisebagainapi di LP Cipinang (2004). Apalagi, uang Tommy yang masuk ke rekening Kemenkumh am itu dalam beberapa menit, lenyap, ditarik atau berpindah entah ke mana! Bisa dijelaskan?

Saya sungguh menunggu penjelasan dari BI, Bank Mandiri, OJK, LPS, dan tentunya para ahli ekonomi uang alias perbankan, bagaimana perihal kasus anak Alkidi Tio itu. Aparat KepolisianSumsel, dalam satu kesatuan, bisa beda pernyataan. Gubernur Sumsel, karena sudah dihubungi Mahfud MD (setelah ter-influenz tulisan Hamid), menuding bahwa yang dilakukan Heriyanti sebagai penipuan. Dahsyatnya, sang gubernur menyatakan sudah menggerakkan jaringan bisnisnya untuk menginvestigasi siapa Alkidi Tio. Dahsyat, Gubernur itu ternyata punya jaringan bisnis. Sewajar nelayan yang punya jaringan ikan.

Sebenarnya kalau mau dicanggihkan kecurigaan kita, apa yang menjadi motif Heriyantisekeluarga? Lantas, apa hubungannya seluruh kerabat Alkidi Tio diperiksa pihak Kepolisian, seolah sebagai penjahat? Pemeriksaan Heriyanti sendiri, berlangsung selama 8 jam. Hingga larut malam? Apakahmereka didampingi penasihat hukum, yang ngerti hukum? Apakah ini bukan pelanggaran HAM? Apakah ini bukan bentuk teror atau intimidasi terhadap warga sipil?

*

Jika Heriyanti mau melakukan hoax, betapa dahsyat mentalnya. Karena ia langsung masuk ke markas Polda Sumsel. Ke lembaga Kepolisian, dan bukannya ke lembaga atau kantor wilayah Kemensos di Sumsel. Atau ke badan wakaf atau para penyebar seruan untuk membantu Palestina? Apa yang menjadi motifnya? Bukankah kalau dia berniat jahat, mau melakukan prank, hoax, dia menantang maut masuk ke sarang macan? Atau dia sedang ikut program uji nyali? Atau, memang benar antara Heriyanti dengan Kapolda saling kenal, karena sang Kapolda itu dulu ketika masih bertugas di Aceh kenal baik dengan Alkidi Tio?

Di jaman di mana akses informasi dan komunikasi sangat mudah, masih ada yang berani melakukan hoax, penipuan? Ke kantorPolisi pula? Atau, bagaimana jika kekepoan kita ditingkatkan lagi? Adakah motifnya karena keluarga Heriyanti kesal, karena duit warisan ortunya tak bisa ditarik? Makakemudian dilakukan ‘modus’ sumbangan, hingga mau tidak mau Pemerintah dan BI akan terpaksa menjadi ‘anchor’, untuk memediasi penarikan uang tersebut?

Yang kita tahu kemudian, penjelasan pihak kepolisian; mengutip orang perbankan (Bank Mandiri), dana yang ada tidak mencukupi Rp2Trilyun. Kurang? Kurang berapa? Mari kita investigasi lagi. Benarkah ada atau pernah ada angka 2T itu sebelumnya? Kapan? Dan ketika dikatakan kurang dari 2T juga kapan? Urutan waktu itu penting, untuk pertanyaan lanjutan. Simpanan uang sebesar itu dalam bentukapa? Karena beda bentuk beda aturan dari sisi bunga, resiko, dan aturan penarikannya. Tapi semua pertanyaan kita akan mentok pada sakti: Kerahasiaan Bank! Dan kita tahu, banyak permainan pegawai bank yang merugikan nasabah atas nama kerahasiaan bank itu. Nasabah sering dalam posisi dirugikan. Kasus Jusuf Hamka adalah salah satu contoh.

*

Kasus Heriyanti, menarik dicermati, bagi yang tertarik tentunya. Bagi yang tidak tertarik, tentu pula dengan enteng bisa bilang tidak menarik. Apalagi bagi yang bisa komen; “Toh saya juga nggak bakal kebagian, wong bukan warga Sumsel.”

Informasi dari lembaga resmi, juga beberapa tokoh resmi (artinya bukan dari preman liar), juga tak pernah jelas. Kerahasiaan bank, menjadi persoalan kasus ini tidak bisa secara fairness terbuka ke publik. Bias informasi mudah terjadi dalam hal ini. Senyampang itu, tidak linier dengan reaksi masyarakat ramai, netijen Indonesia, yang dengan ponsel di tangan bisa berkomentar apa saja, bahkan bisa lebih ahli dan yang ahli.

Sementara Indonesia adalah negara di mana yang rahasia bukan rahasia, yang bukan rahasia jadi rahasia. Pernah suatu ketika, ada tetangga baru yang mengontrak di sebelah rumahsaya. Di jendela kaca depan, tertempel sticker baru yang cukup mencengangkan. Bertuliskan; Reserse. Waduh, tetangga baru saya ternyata reserse polisi. Kok, tahu? Lhaitu, sticker di jendela?

Buatapa coba sticker kekgituan? Nakut-nakutin tetangga? Atau nakut-nakutin debt-collector? Menarik uang di bank, apalagi dalam jumlah gede, taruhlah minimal Rp1M, bukan perkara mudah. Apalagi dalam jumlah triliun. Kita tidak tahu angka Rp2T itu tersimpan dalam bentuk apa di bank. Saya bukan orang perbankan, maka tulisan ini lebih banyak dengan tanda tanya. Bukan tanda pentung.

Apa itu biro gilyet? Bagaimana posisi simpanan, apakah dalam bentuk ‘tabunganbiasa’? Deposito berjangka? Atau apakah? Disimpan di Bank mana? Bisakah uang sebesar itu ditarik seketika? Apakah bank bersangkutan tidak akan collaps?

Hamid Awaludin (bekas Menkumham, 2004) menuliskan kasus itu dengan ‘tudingan’ hoax (di Kompas). Dikaitkan moral dan akal sehat pejabat negara kita. Mahfud MD men-share tulisan itu via twitternya. Ia mempercayai tulisan Hamid. Kesimpulannya, Heriyanti bo’ong atas niatan menyumbangnya. Bahkan Mahfud, entah dalam hubungan apa, sudah menghubungi Gubernur Sumsel untuk juga tidak mempercayainya.

Saya tidak begitu percaya pada Hamid Awaludin. Bukan karena tulisannya sangat insinuatif pada Heriyanti. Namun lebih karena Kemenkumham di zamannya, pernah terlibat dalam soal penarikan duit Tommy Soeharto dari rekening luar negeri. Posisi Tommy waktu itu masih sebagai narapidana di LP Cipinang. Skandal 2004 itu menjadi persoalan hukum yang menguap. Hamid membantah duit itu untuk keringanan hukuman pada Tommy.

Dan kembali ke kasus Heriyanti anak bungsu Alkidi Tio, yang konon menjalankan amanatortunya untuk menyumbangkan uang simpanannya ketika negara dalam situasi sulit? Dugaan saya, sih, tidak akan ada penjelasan dari Pemerintah. Dan kasus ini akan ditangkap Deddy Corbuzier, k arena netijen sudah menunggu Heriyanti, menjadi tamu podcast DeddyCorbuzier.

Tapi rakyat jelantah pasti kecewa, karena Heriyanti dilarang bicara. Oleh siapa? Oleh yang melarang tentunya! Dan duit Rp2T itu makin berkurang, tanpa (boleh) kita tahu. Dan kita tidak akan pernah tahu. Karena kerahasiaan bank! |

@sunardianwirodono

Avatar photo

About Sunardian Wirodono

Penulis, Pewawancara, Desainer TV Program, Penulsi Naskah, Penulis Lepas, tinggal di Yogyakarata