Sumatera Barat (Sumbar) paling tidak patuh menjalankan protokol kesehatan. Realisasi vaksinasi di Sumatera Barat juga masih rendah yaitu 23,84 persen untuk tahap I dan 15,82 persen tahap II hingga per 18 Juni 2021. foto : PadangKita.
Oleh HERMAN WIJAYA
Seide.id – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia juga tak sungkan memuji Presiden Jokowi. Pujian tak biasa bagi Jokowi dari lawan politiknya.
“Kami terima kasih kepada Bapak Presiden. Alhamdulillah dalam waktu yang pendek, ditelepon sore, besoknya (bantuan) datang. Dan hari ini datang lagi. Luar biasa, sekali lagi kami sampaikan terima kasih,” kata Mahyeldi kepada wartawan, Sabtu (7/8/2021).
Sumbar baru saja menerima bantuan kedua berupa konsentrator oksigen berjumlah 113 buah. Sebelumnya, Jumat (6/8) sore, juga datang bantuan untuk membantu penanganan COVID-19 berupa obat-obatan.
Selain bantuan dari Presiden Jokowi, di kesempatan yang sama, Gubernur juga menerima bantuan 50 unit ventilator oksigen dari Kemenkes RI serta 12 ton oksigen dari PT Indah Kiat Riau yang dikirim melalui Asiana Gasindo.
Bantuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk penanganan COVID-19 di Sumatera Barat merupakan realisasi percakapan telepon yang dilakukan Jokowi dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi dua hari sebelumnya.
Saat menerima kedatangan bantuan tersebut di Istana Gubernur, Mahyeldi menyebut Jokowi luar biasa. Dia mengapresiasi bantuan yang direalisasikan dalam waktu yang pendek.
Sumbar merupakan provinsi dengan penularan covid-19 yang cukup tinggi. Berada di posisi ke-11 di bawah Provinsi Bali. Padahal jumlah penduduk Bali lebih sedikit, yakni 4.317.404 jiwa hasil sensus tahun 2020, sedangkan Sumber berpenduduk 5,53 juta jiwa. Namun jangan salah, luas provinsi Sumbar hampir delapan kali luas Bali, yakni 42.013 km2 sedangkan Bali hanya 5.780 km2.
Tingginya penularan covid-19 di Sumbar tidak terlepas dari ketidak-patuhan warganya dalam menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyebut masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) paling tidak patuh menjalankan protokol kesehatan. Realisasi vaksinasi di Sumatera Barat juga masih rendah yaitu 23,84 persen untuk tahap I dan 15,82 persen tahap II hingga per 18 Juni 2021.
Sejak tahun lalu tanda-tanda itu peningkatan penularan covid-19 sudah terlihat. RSUP Jamil Padang sampai kewalahan menangani pasien yang datang dari berbagai wilayah di Sumbar.
Sementara itu, kasus harian Covid-19 di Sumatera Barat belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Data per 1 Agustus 2021, terdapat 718 orang positif dari 3.816 sampel diperiksa. Kemudian sembuh 405 orang, dan meninggal 19 orang. Kasus aktif saat ini masih di angka 12.848.
Tahun ini, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Zein, Painan, Pesisir Selatan, pasien Covid-19 terpaksa dirawat di tenda darurat pada areal parkir rumah sakit akibat ruangan penuh.
Presiden Jokowi yang melihat Pemerintah Daerah Sumbar kewalahan, lalu menelepon Gubernur Sumbar, menawarkan bantuan.
“Kemarin presiden menelepon kami dan kami menjelaskan apa kendala yang dihadapi oleh Sumbar sekarang ini. Saya berbicara untuk memohon bantuannya, sehingga diberi bantuan,” ujar Gubernur Sumbar.
Dalam kacamata politik, apa yang dilakukan oleh Jokowi tidak masuk akal. Jokowi memantau persoalan dan membantu daerah yang mayoritas warganya bukan saja tidak mendukung, tetapi sering mengkritik dan menyepelekannya sebagai Kepala Negara.
Pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 lalu, Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin kalah telak oleh pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno di Sumatera Barat. Jokowi hanya menang di Mentawai dari total 19 kabupaten/kota di Ranah Minang.
Hasil rekapitulasi penghitungan hasil perolehan suara oleh KPU Sumatera Barat, Minggu (12/5/2019), paslon Jokowi-Amin hanya mampu memperoleh 407.761 suara (14,08 persen). Sementara itu, paslon Prabowo-Sandi menyapu bersih 2.488.733 suara (85,92 persen).
Di masa Orde Baru, bila ada daerah yang tidak memenangkan Partai Golkar dalam Pemilu (sama artinya tidak mendukung kepemimpinan Presiden Soeharto), alamat bakal sial bagi daerah itu. Pembangunan tidak akan menyentuh daerah tersebut, sesulit apa pun persoalan yang dirasakan masyarakatnya.
Di masa Jokowi, meski pun masyarakat Sumbar tidak mendukungnya, pembangunan tetap dilaksanakan. Rabu (19/5/2021), Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan peninjauan pembangunan jalan Tol Trans Sumatera di ruas Pekanbaru-Padang.
Selama ini perjalanan Pekanbaru – Padang melalui Payakumbuh dan Bukittinggi yang berjalan 310 km harus ditempuh dalam waktu 8 jam lebih. Jika ada tol, paling lambat dalam perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 3 jam.
“Dengan terbukanya banyak ruas-ruas jalan tol ini, kita harapkan mobilitas barang, mobilitas orang bisa dipercepat dan kita bisa memiliki daya saing yang tinggi terhadap negara lain,” ujar Jokowi.
Sampai saat ini Sumatera Barat masih merupakan daerah minus, jika dibanding dengan Provinsi lainnya di Pulau Sumatera. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumatera Barat tergolong kecil. PAD Sumbar kurang dari 2,5 trilyun rupiah, sedangkan APBD 2021 yang disahkan DPRD Sumbar tahun 2021 mencapai Rp.6,73 trilyun. Untuk menutupi kekurangannya, Sumbar masih mengandalkan tranfer dana dari pusat.
Seorang Bapak
Kekalahan telak dalam pemilu, kritik dan ujaran kebencian yang diterima selama ini dari masyarakat maupun tokoh politik dari dan asal Sumbar, tidak membuat hati Jokowi tawar. Dia tetap menunjukan sikap seorang bapak yang menyayangi anak-anaknya, meskipun sang anak tidak menunjukan rasa hormat kepada ayahnya.
Apa yang dilakukan Jokowi mengingatkan penulis kepada kisah dalam Kitab Injil (Lukas 15: 11- 32)å tentang Perumpamaan Anak yang Hilang.
Perumpamaan ini menceritakan tentang seorang bapa yang memiliki dua anak. Anaknya yang bungsu ini meminta harta warisan, kemudian pergi berfoya-foya ke negeri yang jauh.
Setelah uangnya habis, bahkan sampai-sampai ingin memakan ampas babi di tempatnya bekerja sebagai penjaga babi, ia memutuskan pulang, akan menjadi pekerja dari ayahnya saja.
Ternyata, ayahnya bukan saja berlari menerimanya dengan gembira, tetapi segera memanggil pelayan-pelayannya untuk mengganti pakaian anaknya itu dengan pakaian yang indah beserta perhiasan-perhiasannya, serta mengadakan suatu pesta yang besar.
Si anak sulung tidak terima ayahnya memperlakukan si anak bungsu sebaik itu. Ia merasa iri, bahwa setelah sekian lama ia bekerja membantu ayahnya, tidak pernah ayahnya memperlakukannya sebaik itu. Ia marah dan tidak mau mengikuti pesta itu.
Namun sang bapak menjelaskan, bahwa selain tidak pernah menutup mata terhadap hal-hal baik yang dilakukan anak sulungnya, sudah sepatutnya sang anak sulung ini bergembira, karena yang pulang ini adalah adiknya sendiri.
Sumbar belum tentu kembali kepada Jokowi. Apalagi ini adalah periode terakhir Jokowi menjadi presiden. Bagi Jokowi, ketulusan bukanlah sebuah kalkulasi semata. Dia adalah seorang bapak yang tidak pernah membeda-bedakan anaknya.***