Dua pemimpin dunia yang disebut dalam Dokumen Pandora; Raja Abdulah II dan Vladimir Putin. “Bukanlah rahasia bahwa Paduka Raja memiliki sejumlah apartemen dan rumah di Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini bukan sesuatu yang aneh atau tidak lazim,” tulis Kerajaan Yordania dalam pernyataan persnya. foto RHC.
Seide.id – Dokumen Pandora atau Pandora Papers yang beredar sejak 3 Oktober 2021 lalu, menuai reaksi sejumlah pemimpin dunia, yang namanya disebut. Pemerintah Kerajaan Yordania dan jubir Vladimir Putin di Rusia memberikan tanggapannya.
Kelompok jurnalis investigasi ICIJ atau International Consortium of Investigative Journalists – melakukan kerja kolektif, mengungkap transaksi gelap oleh sejumlah pemimpin dunia. Secara keseluruhan, ICIJ menemukan hubungan antara 1.000 perusahaan cangkang di negara suaka pajak dengan 336 politisi atau pejabat tinggi di berbagai negara.
Raja Yordania, Abdullah II, yang namanya disebut, menolak tuduhan kerahasiaan. Menurut klaim pemerintah di Amman, Senin (4/10), jika Kerajaan Yordania memiliki berbagai properti di luar negeri, bukanlah rahasia. Pernyataan tersebut sekaligus membantah dugaan awal seputar transaksi rahasia oleh kerajaan seperti yang terungkap dalam Pandora Papers.
“Bukan rahasia bahwa Paduka Raja memiliki sejumlah apartemen dan rumah di Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini bukan sesuatu yang aneh atau tidak lazim,” tulis Kerajaan Yordania dalam pernyataan persnya.
Dalam rangkaian dokumen pajak dan perbankan yang bocor itu, Raja Abdullah II, tercatat menggunakan perusahaan cangkang di negara suaka pajak untuk membeli properti mewah senilai USD 100 juta di Amerika Serikat dan Inggris.
Menurut pemerintah, raja membeli properti tersebut secara pribadi, tanpa menggunakan anggaran negara, dan digunakan hanya selama kunjungan.
“Properti-properti ini tidak dipublikasikan karena masalah keamanan dan privasi, serta bukan dirahasiakan untuk menyembunyikannya seperti yang tertera dalam laporan tersebut. Perlindungan privasi adalah penting bagi kepala negara,” tambah pernyataan itu
Laporan seputar transaksi gelap Raja Abdullah II muncul ketika Yordania dilanda aksi protes massal terkait situasi ekonomi, pengangguran yang tinggi dan kebuntuan reformasi politik.
Selanjutnya, klaim tidak bedasar