Kapan Kepala BPIP Mengundurkan Diri ?

Kepala BPIP Yudian Wahyudi

Dengan gelar berderet pada namanya, Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D dan jabatan mentereng yang disandangnya, dia layak pasang badan! Punya argumen kuat atas pelarangan dan aturan yang ditegakkannya, demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Martabat, integritas, lebih penting daripada kedudukan.

OLEH DIMAS SUPRIYANTO

TERNYATA ada juga persamaan di antara Muhaimin Iskandar dan saya, jurnalis gaek, pensiunan media cetak ini. Khususnya dalam merespon kontroversi pelepasan hijab 18 Paskibraka putri di IKN. Cak Imin PKB menuntut Kepala BPIP harus turun dan diganti atas perilaku yang mengganggu rasa keadilan dan persatuan

Sedangkan saya berharap Yudian Wahyudi mengundurkan diri karena tidak bisa menegakkan aturan yang sudah dia putuskan. Tidak punya intergritas. Titik persamaannya: Yudian Wahyudi tidak layak menduduki jabatan itu! Tidak layak menjadi Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.

Ramai diberitakan, selaku Kepala BPIP Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D meminta maaf adanya 18 Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) Putri Nasional 2024 yang lepas jilbab saat pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada Selasa (13/8/2024).

Saya shock! Bukan hanya lantaran sebegitu mudahnya meminta maaf ! Melainkan karena dia adalah pemimpin lembaga yang sangat berwibawa, yang seharusnya dijaga benar martabatnya. Lembaga benteng ideologi Pancasila; pemersatu bangsa dan roh negara tercinta kita ini.

Mosok Penjaga Benteng Pancasila serapuh dan selembek itu!?

Mengapa Yudian Wahyudi tidak percaya diri? Mengapa dia tak memikirkan keputusan yang diambilnya ? Mengapa dia bertahan pada jabatannya dan tidak mempertahankan martabatnya.

Mengutip semboyan Bambang Pacul, dedengkot ‘Korea’ PDIP; “Yen wani, ojo wedi-wedi. Yen wedi, ojo wani wani! ” – Kalau memang takut jangan sok berani. Kalau berani, tak usah takut.

ARGUMEN dari saya, keputusan BPIP tentang penyeragaman pakaian Paskibraka tanpa hijab sudah benar. Harus dipertahankan. Sudah seharuskan Pakibraka di IKN dan kantor pemerintah lainnya tidak berhijab; harus seragam yang sama untuk semua provinsi tak ada pengecualian dan diskriminasi. Mencerminkan jiwa nasionalis dan patriotis. Putusan itu tegak lurus harus dipertahankan. Mayoritas warga Indonesia yang cinta persatuan dan kesatuan akan membelanya.

Sayangnya, dia goyang dengan tekanan politisi dan ormas Islam. Sehingga mengubah putusannya. Lebih parah lagi, Yudian mengaku salah dan kemudian minta maaf. Hal itu mengejutkan untuk seorang pejabat di lembaga yang dipimpinnya.

Yudian Wahyudi bukan birokrat awam – khususnya dalam hal ikhwal hijab dan aturan hukumnya. Dia juga bukan warga minoritas agama. Sehingga tak mudah digertak oleh politisi dan ormas militan. Kepala BPIP ini merupakan Rektor UIN Sunan Kalijaga. Dia juga Guru Besar Fakultas Syariah sejak 2016 lalu dan berpengalaman mengajar tiga mata kuliah keIslaman, yaitu Fikih Indonesia, Hermeneutika Islam dan Teori Metodologi Hukum Islam. Dia akademisi senior, bergelar profesor, doktor, rektor dan ‘or- or’ yang lain .

Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D bersama Presiden Jokowi di Istana Negara. Tak Mam[u menjaga wibawa lembaga negara yang dipimpinnya.

Sebagai tambahan Yudian Wahyudi mendapat gelar PhD pada 2002 lalu, berlanjut dengan S3- di McGill University jurusan Islamic Studies. Menyelesaikan S2 di IAIN Sunan Kalijaga dengan jurusan Islamic Studies dan mendapat gelar MA pada 1993 lalu. Sedangkan S1 juga didapat di IAIN Sunan Kalijaga jurusan Peradilan Agama.

Akademisi kelahiran Balikpapan, 17 April 1960 ini, telah merilis satu karya publikasi yakni “Hukum Islam antara Filsafat dan Politik” yang diterbitkan oleh Pesantren Nawesea Press pada tahun 2015. Dia juga dikenal sebagai pendiri Yayasan Nawesea serta mendirikat Tarekat Sunan Anbia di Yogyakarta..

DENGAN ilmu dan pengetahuan selengkap itu, dia layak pasang badan! Punya argumen kuat atas pelarangan dan aturan yang ditegakkannya, demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, kalau mau ikut Paskibraka copot hijabnya. Kalau tidak mau, gugur. Harus tegas! Masih banyak siswa yang siap jadi Paskibra dan layak tampil di istana dan mau taat aturan. Tak perlu ribet.

Dugaan keributan kemungkinan dipicu oleh aturan yang muncul mendadak. Tak ada sosialisasi jauh jauh hari. Sehingga menimbulkan pertentangan. Baik provinsi yang mengirim maupun peserta yang dikirim kebetulan “hardliner”, tidak nyaman, sehingga protes.

Pengakuan salah dan minta maaf yang disampaikan Yudian Wahyudi bukan hanya merusak integritas diri sebagai pemimpin dan akademisi dan melainkan juga merusak institusi BPIP dan merusak citra pemerintah. Bahkan merusak wibawa negara.

Kalau memang tidak siap ya jangan membuat keputusan yang berpotensi kontroversi. Sekarang tembakan membidik pemerintah dan presiden, sebagai orang nomor satu di IKN.

AKIBAT blunder yang telah dia buat itu, Yudian Wahyudi sudah selayaknya mengundurkan diri. Dia tak pantas memegang jabatan sestrategis itu. Tidak kredibel.

Pemikir, akademisi, cendekiawan adalah seorang idealis yang harus mempertahankan keputusannya, meski hilang jabatan. Martabat lebih penting dibanding kedudukan. Jika sudah meyakini bahwa keputusannya benar maka pantang minta maaf . Atau mengundurkan diri karena tak mau merusak reputasi sebagai akademisi.

Apalagi, keputusan seorang profesor dan doktor bukan putusan politisi yang sedang ‘cek ombak’ dan iseng iseng. Melainkan berdasarkan pengetahuan yang luas – dikaji mendalam – dan sesuai hati nurani. Selain tanggung jawab pada lembaganya.

Karena itu, saya berharap Kepala BPIP Yudian Wahyudi diganti dengan sosok yang kompeten dan berani. Setara dengan Prof. Dr. Mahfud MD, Jendral. TNI . Purn. Prof Hendripriyono atau Jendral TNI. Purn. Luhut Binsar Panjaitan .

Terkait insiden memalukan Paskibraka mendadak dilarang berhijab ini, pada tahun berikutnya, harus dilakukan seleksi. Singkirkan calon paskibraka berhijab sejak awalnya. Jauh jauh hari. Jangan terkesan mendadak. Kalau ada yang menolak mengirim, ya, ganti ke provinsi lain.

Jelaskan saja kepada para hijabers yang mau ikut tampil mengerek bendera ke ibukota negara : Paskibraka bukan Sunah. Di zaman Nabi tidak ada Paskibraka. ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.