Never Rarely Sometimes Always, Dilema Calon Ibu Muda

Never Rarely Sometimes Always

Menonton film ini barangkali bisa membuat kita berpikir ulang tentang jargon kuno ‘wanita hanya ingin dimengerti’ yang sebenarnya barangkali tak pernah dimengerti kaum pria itu.  

Oleh AYU SULISTYOWATI 

KEHAMILAN pada gadis remaja adalah kisah klasik yang terjadi di mana-mana. Bukan hanya klasik, tapi juga universal dan masih jadi masalah bagi hampir semua orang di belahan Bumi – bahkan barangkali melebihi pandemi.

Never Rarely Sometimes Always (NRSA) barangkali salah sedikit film yang mengambil tema ini. Berkisah tentang Autumn, gadis 17 tahun yang tinggal di pinggiran Pennsylvania. Ia hamil muda dan diteriaki ‘jalang’ oleh teman laki-lakinya saat manggung di sebuah acara sekolah. Di rumah ia tak mendapat banyak perhatian dari ibunya, yang lebih sibuk mengurusi dua adik perempuannya yang masih kecil dan kekasih ibunya yang brengsek. 

Gadis SMA itu mendadak galau ketika menemukan perutnya mulai membuncit, ia pun curiga jangan-jangan dirinya hamil. Tanpa sepengetahuan siapapun ia lantas mendatangi sebuah klinik. Sang dokter, seorang wanita tua yang ramah seperti sudah bisa membaca kedatangan Autumn, maka ketika ia meminta Autumn cek ulang urinenya, si dokter mengatakan kalau ‘negatif bisa jadi positif’, lantaran kadang test pack tak selalu akurat. “Tapi mungkinkah positif kembali negatif?,” tanya Autumn lugu. Namun hasil testnya positif. Artinya tak ada lagi pilihan untuk ‘rewind’. 

Saat kembali cek sonogram, Autumn baru benar-benar sadar kalau dirinya hamil. Bu dokter yang sabar dan baik hati mengatakan Autumn pasti akan berubah pikiran kalau sudah menimang bayi cantiknya. Tapi gadis manis itu hanya menjawab ala kadarnya. “Aku belum tahu mau ngapain.” Dan dokter tadi menanyakan apakah ia mungkin akan menggugurkan kandungannya, atau pasti banyak keluarga yang mencari bayi, namun Autumn diam saja. 

Sesampai di rumah ia mencari tahu di internet bagaimana cara muda menggugurkan kandungan, lalu mencoba menenggak obat yang barangkali bisa membuat janinnya keluar. Tapi tak ada yang terjadi. 

                                                      ***

Hidup dalam keluarga pas-pasan, sepulang sekolah, Autumn biasa menambah uang saku sebagai kasir sebuah supermarket bersama Skylar, sepupunya sendiri. Suatu kali saat Autumn mendadak mual dan muntah-muntah di tengah shift, Skylar menjadi orang satu-satunya di luar klinik yang tahu kalau ia hamil. Nekad membantu sepupunya itu, Skylar mengambil sebagian uang setoran supermarket, dan malamnya dua remaja itu kabur ke New York dengan duit curian. Mereka menentukan masa depannya sendiri.

Dalam bus ketika keduanya harus transit mereka diajak berkenalan dengan seorang pria muda yang terus menerus menanyakan apakah mereka mau hang out sesampai di New York nanti. Skylar mencoba menghindarinya dengan sopan. Yang selanjutnya terjadi juga bukan kisah luar biasa. 

Ini hanya kisah tiga malam. Satu malam dalam bus, lalu dua gadis itu terpaksa menggelandang sambil menunggu Autumn bisa dirawat, setelah klinik pertama merekomendasikan klinik lain yang lebih canggih lantaran tes ulang menunjukkan kehamilannya sudah memasuki minggu ke-18. Tak ada pilihan lain, malam itu mereka harus menghabiskan waktu di jalanan. 

Lalu tiba waktunya Autumn diwawancara sebelum prosedur pengguguran dilakukan. “Apakah kamu stress akhir-akhir ini?” “Apa ada masalah di rumah?”dan seterusnya. Lalu pertanyaan lebih intim yang harus dijawab dengan: never – rarely – sometimes – alwaysseperti: “Apakah pasanganmu menolak menggunakan pelindung saat seks?” “Pasanganmu suka mengancammu?”, “Pasanganmu suka menyakiti secara fisik?” dan selanjutnya. “Apa yang membuatmu ingin menghentikan kehamilan?” Ia hanya menjawab: “Aku tak siap jadi ibu.” 

Tak lama mereka siap memasang dilator pada serviksnya. Dan ia harus menunggu satu malam lagi agar serviks terbuka dan siap dioperasi keesokan harinya. “Apakah sakit?” tanya Autumn. “Tidak, tapi akan terasa tak nyaman.” Tentu saja, bayangkan ada benda asing di dalam vagina selama belasan jam. 

Selesai dirawat, keduanya kehabisan uang. Dan Skylar sekali menyelamatkan sepupunya, mencari uang untuk makan dan beli tiket pulang, dengan cara yang tak pernah mereka pikirkan sebelumnya. 

Eliza Hittman yang juga menulis sendiri naskah film ini, membuat filmnya ini bak docudrama,semua tampak berjalan apa adanya. Tak ada adegan remaja pesta prom, atau melaju dengan mobil mahal milik orangtua mereka. Tak ada adegan cewek membuka baju atau menanti malam pertama yang mendebarkan. Kita bahkan tak pernah tahu dengan siapa Autumn pernah bercinta. Tapi kita tahu apa yang telah terjadi dari jawaban-jawabannya. Gadis itu menyesalinya tanpa menyalahkan pasangannya — padahal, butuh dua manusia untuk menghasilkan pembuahan.  

Dua bintang muda Sidney Flanigan dan Talia Ryder bermain sangat natural dan menyakinkan. Kita percaya mereka sepupu, kita percaya apa yang mereka lakukan adalah nyata. Ini adalah debut Flanigan pemeran Autumn. Aktingnya membuat kita simpati, kasihan dan sedih sekaligus. Saat adegan wawancara yang membuatnya menangis itu bahkan seperti tidak sedang akting. Ryder pemeran Skylar si sepupu yang penuh pengertian juga bermain bagus. Chemistry keduanya membuat kita lupa mereka adalah aktris. 

Tak ada kostum mahal, sinematografi mewah, atau set mengilat. Bahkan film ini juga tak begitu dramatis. Tapi NRSA menusuk perlahan lantaran begitu nyata. 

Never Rarely Sometimes Always bukan film remaja populer. Jebolan Sundance Film Festival 2020 ini sama sekali bukan deretan She’s All That atau American Pie yang membuat seolah seks begitu lucu dan menyenangkan. Tak ada lelucon tentang kakunya bercinta atau ejakulasi dini di sini. Kalaupun ada adegan ‘boy chasing girl’ atau ‘girl chasing boy’ film ini memberikan gambaran yang berbeda, dengan motif yang berbeda dari film-film remaja lainnya. 

NRSA juga bukan film glamor. Dua aktris film ini bahkan hanya mengenakan busana itu-itu saja, dan hanya memoles wajah mereka dengan eyeliner dan maskara. Tak ada kostum mahal, sinematografi mewah, atau set mengilat. Bahkan film ini juga tak begitu dramatis. Tapi NRSA menusuk perlahan lantaran begitu nyata. 

Menonton Never Rarely Sometimes Always, barangkali bisa membuat kita berpikir ulang tentang jargon kuno ‘wanita hanya ingin dimengerti’ yang sebenarnya barangkali tak pernah dimengerti kaum pria itu. Situasi yang dialami Autumn adalah jawaban paling riil dan kekinian dari ‘wanita ingin dimengerti’ tadi. Karena pria, kadang-kadang atau malah selalu tak perlu sibuk dan menderita seperti Autumn. Habis bercinta mereka lega, dan bahkan bisa mengatai perempuan yang ia ditiduri sebagai ‘jalang’ – ironisnya – karena mau tidur dengannya. 

Kelebihan lain film ini adalah tampil sangat jujur dan mengenaskan. Meski di sisi lain juga film yang menguatkan, karena tak ada persaingan antar perempuan di sini, tak ada yang menyalahkan kebodohan Autumn, tak ada pula yang lantas menggunjingkannya. Autumn sudah menerima konsekuensinya dengan dewasa. Benar atau salah, itu masalah lain. Ia sudah cukup menderita. 

Kesimpulan: NRSA adalah film yang harus ditonton semua orang, terutama kaum pria. Hanya satu jam lewat dan seharusnya para pria akan tahu betapa ribetnya menjadi perempuan hamil tanpa pendamping, harus memutuskan masa depannya sendiri tanpa meminta pertanggungjawaban laki-lai. Paling tidak habis menonton film ini,  barangkali bisa menambah empati pada kasus serupa atau syukur-syukur bisa menghentikan sontoloyo selanjutnya. 

 Rating: A

Genre: Drama

Sutradara: Eliza Hittman 

Pemain: Sidney Flanagan, Talia Ryder, Theodore Pellerin 
Produksi: PASTEL, BBC Films, Focus Feature 

Tayang di: HBOMax, DVD 

Avatar photo

About Ayu Sulistyowati

Mantan Senior Editor di Catchplay, Penulis Lepas Rumah Beruang Production, Penulis Naskah Lepas di Paso Film Centre, Editor Majalah Prodo, Editor In Chief kemana.com, Sekretaris di Bloomberg, Reporter di cewekbanget.id (1995-1997)