Polisi berhasil menemukan dua pabrik di tempat yang berbeda. Satu di Kabupaten Bantul dan satu lagi di Kabupaten Sleman. Pabrik obat ini tergolong yang terbesar di Indonesia mengingat jumlah produksinya mencapai 2 juta butir dengan omzet penjualannya mencapai Rp.2 miliar per hari.
Oleh YUDAH PRAKOSO R.
PEREDARAN obat illegal di tanah air sudah bukan lagi menjadi sesuatu yang baru. Fenomena ini muncul di masyarakat sejak tahun 1970 an. Obat – obatan seperti Mandrax, Rohipnol, Double L, dan lain lain yang ketika itu sangat mudah di dapat di toko-toko obat dan apotek. Dengan menggunakan resep palsu masyarakat, – khususnya anak–anak muda – mudah mendapatkannya ketika itu. Bahkan perdagangan obat-obatan illegal bisa berlangsung di luar toko-toko atau gerai farmasi.
Namun dengan ketatnya regulasi dan izin distribusi obat-obatan jenis itu menjadi sulit didapatkan saat ini kecuali dengan resep dokter yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Obat illegal sebenarnya dibedakan menjadi dua kategori yaitu obat tanpa izi edar (TIE) atau obat palsu. Obat TIE merupakan obat yang tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berwenang berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku atau produksi obat menggunaan penandaan yang meniruobat yang telah memiliki izin edar.
Senin, 27 September 2021, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan pembuatan obat illegal di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dari penggrebegan itu polisi berhasil menemukan dua pabrik di tempat yang berbeda. Satu di Kabupaten Bantul dan satu lagi di Kabupaten Sleman. Pabrik obat ini tergolong yang terbesar di Indonesia mengingat jumlah produksinya mencapai 2 juta butir dengan omzet penjualannya mencapai Rp.2 miliar per hari.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan kedua pabrik itu memproduksi obat – obatan seperti hexymer, trihex, DMP, double L, dan iragphan 200 Mg. Menurut Komjen Agus, obat-obatan ini bisa menimbulkan efek depresi, sulit berkonsentrasi, mudah marah, gangguan koordinasi seperti kesulitanbergerak dan berbicara, apabila digunakan dengan dosis yang berlebihan dan tidak dengan semestinya.
Sebenarnya obat-obatan jenis itu adalah obat yangsemestinya diperjual belikan secara legal dan harus dengan resep dokter mengingat tingkat bahaya penggunaanya apabila dikonsumsi secara sembarangan.
Menurut keterangan Dr Maria Godeliva Silvi, TropMed, obat illegal adalah obat yang tidak ada izin edarnya atau memiliki izin edar tetapi digunakan tidak sesuai dengan semestinya. Obat – obatan itu semestinya dikonsumsi di bawah pengawasan dokter dengan dosis yang semestinya, melalui resep dokter.
Seperti misalnya jenis obat Dextromethorpan atau DMP adalah obat bebas tetapi bukan merupakan obat tunggal. Leih lanjut menurut Dokter spesialis Tropical Medicine yang sehari-hari menjadi pengajar di Universitas Duta Wacana Yogyakarta ini, DMP adalah obat yang bekerja di system saraf pusat dengan meningkatkan ambang rangsang reflex batuk dalam kasus batuk kering dan antitusif.
Bila digunakan dalam dosis yang sesuai, zat ini berkhaisat untuk menekan batuk dan menurunkan demam. Sementara itu trihex atau trihexifenidil adalah obat untuk penyakit gangguan jiwa yang bila digunakan dengan salah menimbulkan efek halusinasi.
Sedang Double L yang pada sejak tahun 1970 lalu sangat populer di kalangan anak muda ketika digunakan sebagai pil koplo atau ngepil, ada dua jenis yaitu warna putih dan merah muda. Dinamakan double L lantaran di tiap keping pil tertulis huruf L kapital berjajar. Umumnyaobat ini digunakan untuk pasien epilepsi, dan parkinson dengan efek obat halusinasi yang bila digunakan tanpa resep dokter akan berefek sama seperti narkoba. Obat ini juga bisa digunakan sebagai obat diabetes dan darah tinggi dengan resep dan pengawasan dokter penyakit dalam.
Selanjutnya, Ditemukan obat obat illegal siap edar