Foto : Eutah Mizushima / Unsplash
Penulis : Jlitheng
Ketika oleh kemurahan Allah saya mendapat kesempatan berguru ke belahan dunia lain, saya pamit orangtua, dan dibekali nasehat berikut ini:
“Urip ing paran kudu sabar. Sabar iku lire momot kuat nandhang sakehing coba lan pandhadharaning urip.” Artinya sabar itu adalah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam perjalanan hidup. “Wong sabar jembar rejekine, wong ngalah berkah uripe,” orang sabar banyak rejekinya, orang mengalah itu hidupnya berkah.”Sing sabar lan ngalah dadi kekasihing Allah,” yang sabar dan mengalah itu akan dekat dengan Allah.*
Saya bukan tipe orang yang sabar. Nampaknya kedua orangtuaku yang sederhana itu sangat mengenal anaknya ini. Banyak hal terjadi sebagai dampaknya.
Di kala saya masih muda, benturan itu tak perlu sering terjadi, karena tidak sabar. Banyak peluang berharga hilang karena tidak sabar. Istilah kriwikan dadi grojokan sering mampir dalam hidup saya, sehingga banyak waktu dan energi terkuras untuk memperbaiki dampaknya.
Kecenderungan tak sabar tidak juga hilang dengan bertambahnya usia. Saya merasakan gethun, nyesal, atas semua dampak tidak sabar itu, Tetapi saya menerimanya dengan rela. Saya percaya, inilah jalan Tuhan untuk menyelamatkan hidup saya. Maka saya jalani dengan tekun, sampai akhir.
Benar kata bapakku : Sabar ingarane musthikaning laku, puncak keutamaan yang tidak lekang oleh waktu dan zaman.
Driver ojol yang tabah itu pasti karena sabar. Anak yang tak lelah dan tekun mengurus dan merawat orangtuanya, pasti memiliki mutu kesabaran yang hebat. Seiring istri atau suami yang setia mendampingi pasangannya yang tak berdaya, tak diragukan, pasti sangat sabar.
Kesabaran memang puncak dari laku baik. Namun tidak kokoh tiba-tiba. Sejak awal harus ditumbuhkan, dirawat, dan sepanjang hayat.
Salam sehat dan tetap tekun bernagi cahaya.
Memantik Ide dan Solusi Baru – Catatan halaman 149