Foto :Stefan Keller/Pixabay
Oleh: Fr. M. Christoforus, BHK
Sang Maestro patung pualam mengundang tiga orang pematung tenar untuk berlomba mematungkan wajah patung yang mengekspresikan “sekeping wajah” pribadi yang rendah hati.
Saat ketiganya menerima tema perlombaan untuk mematungkan sekeping wajah berciri “rendah hati”, ketiganya pun ditanya, “Ciri wajah yang bagaimanakah yang akan Anda patungkan?”
Pematung pertama menjawab, “Saya akan mematungkan sekeping wajah bertemperamen sanguinis. Bukankah wajah rendah hati itu, ekspresi sekeping wajah periang dengan mata berbinar?”
Pematung kedua berpendapat, “Oh saya, akan mematungkan sekeping wajah ‘melankolis’. Bukankah sang rendah hati itu sesungguhnya seorang melankolis sejati dengan ekspresi sendu, serius, tenang, kalem, serta bermata teduh?”
Sedangkan pematung ketiga berpendapat, “Sekeping wajah yang rendah hati adalah ekspresi wajah bertemperamen ‘flegmatik’, yang tenang, lembut, kalem, dewasa, dan berwibawa.
Sebulan kemudian, tibalah saat untuk pengumuman kejuaraan lomba. Wajah ketiga patung itu pun dipajangkan berderet indah.
Tapi, apa yang terjadi? Ternyata, sang Maestro itu justru tidak menilai wajah-wajah patung itu. Dia malah memanggil ketiga pematung itu dan mengajukan sebuah pertanyaan.
“Para Saudara, menurutmu, dari manakah datangnya pribadi yang rendah hati?”
Jawab pematung pertama, “Ya, tentu datangnya dari sang Tuhan.” Pematung kedua menjawab, “Datangnya dari faktor gen, aspek hereditas.” Sedangkan pematung ketiga berpendapat, “Ya, tentu datang dari karakterku sendiri.
Sang Maestro pun tidak mengiyakan atau pun mencela atas ketiga jawaban itu.
Malah, pertanyaan yang diajukannya sendiri pun dijawabnya bahwa, “Sekeping wajah rendah hati itu, datangnya dari pribadi yang dengan benar, akurat, serta jujur memersepsi dirinya.”
Ia dengan berjiwa besar berani menerima keunggulan pun kekurangannya.
Saudara, planet bumi kita memang membutuhkan pribadi rendah hati. Namun, alangkah sulitnya untuk menemukan orang-orang yang sungguh rendah hati.
Dunia yang khaostis ini, juga adalah sumbangan dari ketiadaan orang jujur serta tulus, orang-orang rendah hati dibumi ini.
“Di manakah kita dapat bersua wajah dengan sang rendah hati?”
Jawabannya, tatkala hati sang manusia dengan penuh kesadaran mau dan dengan benar, akurat, serta jujur berpikir, berasa, serta bersikap.
Kerendahan hati adalah mutiara paling berharga serta pengetahuan tertinggi bagi sang manusia.
Malang, 1 September 2022