Sumber Dana Taliban dari Mana Saja?

Mike Pompei - Mullah Baradar - Doha 2020

Selama dua dekade terakhir, sebagian dana negara-negara Barat secara tidak sengaja masuk ke kantung Taliban, menurut BBC. Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertemu dengan kepala politik Taliban Mullah Baradar di Doha pada tahun 2020 lalu. foto : US Departement of state

Seide.id –  Dunia mempertanyakan bagaimana Taliban mendapat biaya operasinya, termasuk perangnya. Kelompok militan pengusir Soviet dan Amerika yang sempat menguasai Afghanistan sejak 1996, dan tersingkir, tetap gencar melakukan serangan selama 20 tahun dengan korban puluhan ribu orang petempur.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir kekuatan militer dan wilayah kekuasaannya meningkat. Hingga pertengahan 2021, kekuatan mereka diperkirakan mencapai 70 ribu hingga 100 ribu petempur. Jumlah itu meningkat drastis dari 30 ribu petempur satu dekade lalu, menurut AS.

Dari mana Taliban mendapat uang untuk operasional mesin perangnya?

Wawancara yang dilakukan BBC di dalam dan di luar Afghanistan mengindikasikan bahwa Taliban memiliki jaringan keuangan dan sistem perpajakan yang canggih.  Kelompok tersebut punya beberapa sumber pemasukan. Berikut sumber-sumber utama penghasilan mereka:

1. Donasi asing .  Sejumlah pejabat Afghanistan dan AS sejak lama menuduh beberapa negara—termasuk Pakistan, Iran, dan Rusia—memberikan bantuan keuangan kepada Taliban. Negara-negara tersebut telah berulang kali membantahnya. Akan tetapi, sejumlah warga sipil dari Pakistan dan beberapa negara Teluk, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar dianggap sebagai penyumbang individu paling banyak.  Menurut berbagai pakar, jumlahnya bisa mencapai US$500 juta (Rp7,1 triliun) setiap tahun.

Keterkaitan Taliban dengan para individu ini sudah sejak lama terjalin. Sebuah laporan rahasia intelijen AS memperkirakan bahwa pada 2008 Taliban menerima US$106 juta dari sumber-sumber asing, terutama negara-negara Teluk.

2. Perdagangan narkoba. Taliban sudah lama diduga menjalankan sistem perpajakan guna menutupi operasi mereka, termasuk perdagangan narkoba.  Afghanistan adalah penghasil opium terbesar di dunia, yang kemudian dapat dimurnikan menjadi heroin.  Nilai ekspor tahunannya diperkirakan mencapai US$1,5 miliar-US$3 miliar (Rp21,4 triliun- Rp42,8 triliun).

Pajak penanaman opium sebesar 10% diberlakukan kepada para petani opium, menurut sejumlah pejabat Afghanistan.  Panen opium menyediakan hampir 120.000 pekerjaan di Afghanistan pada 2019, menurut PBB.

Pajak juga dilaporkan dipungut dari laboratorium-laboratorium yang mengubah opium menjadi heroin, serta terhadap para pedagang yang menyelundupkan narkoba tersebut.  Pendapatan tahunan Taliban dari perdagangan narkoba ini berkisar antara US$100 juta-US$400 juta (Rp1,4 triliun – Rp5,6 triliun).

Pendapatan yang didulang dari perdagangan narkoba ini merupakan 60% dari penghasilan tahunan Taliban, menurut Komandan Pasukan AS, Jenderal John Nicholson, dalam laporan khusus pada 2018.

Namun, beberapa pakar menilai jumlah tersebut adalah estimasi yang terlampau besar.

Taliban kerap membantah keterlibatan mereka dalam industri narkoba . Bahkan, mereka mengeklaim melarang penanaman opium saat berkuasa pada 2000 lalu.

3. Memperluas penguasaan wilayah. Jaringan keuangan Taliban lebih dari sekadar menerapkan pajak terhadap bisnis opium.  Dalam sebuah surat terbuka pada 2018, Taliban memperingatkan para pedagang Afghanistan untuk membayar pajak sejumlah barang—termasuk bahan bakar dan material bangunan—selagi bepergian ke wilayah yang dikuasai kelompok itu.

Setelah mengusir pemerintah Afghanistan, Taliban kini menguasai semua rute utama perdagangan serta pintu perbatasan di negara itu sehingga menciptakan sumber pemasukan dari impor dan ekspor.

Selama dua dekade terakhir, sebagian dana negara-negara Barat secara tidak sengaja masuk ke kantung Taliban.

Pertama, Taliban memakai proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur—termasuk jalan, sekolah, dan klinik—yang sebagian besar didanai negara-negara Barat.

Kedua, Taliban ditengarai mendapat puluhan juta dollar setiap tahun dari pajak terhadap supir-supir truk pemasok keperluan pasukan internasional yang ditempatkan di berbagai wilayah di Afghanistan.

Taliban juga diduga mendapat uang dalam jumlah besar dari jasa yang disediakan pemerintah Afghanistan.

Direktur perusahaan listrik Afghanistan mengatakan kepada BBC pada 2018 bahwa Taliban mendapat lebih dari US$2 juta setahun dari menagih biaya listrik kepada para pelanggan di berbagai tempat.

Lalu ada pula pemasukan yang dihasilkan dari konflik. Setiap kali Taliban merebut pos militer atau pusat kota, mereka mengambil semua uang, senjata api, mobil, dan kendaraan lapis baja.

4. Pertambangan.  Afghanistan kaya akan mineral dan batu mulia. Sebagian besar harta kekayaan di perut bumi itu belum ditambang akibat konflik berkepanjangan.  Industri pertambangan di Afghanistan ditaksir bernilai US$1 miliar (Rp14,3 triliun) per tahun, menurut para pejabat pemerintah Afghanistan.

Batuan lapis yang kerap digunakan untuk perhiasan adalah salah satu jenis batu yang ditambang di Afghanistan.  Sebagian besar pertambangan yang ada di Afghanistan saat ini berskala kecil dan dilakukan secara ilegal.

Taliban telah mengambil alih tambang-tambang tersebut serta memeras para operator tambang, baik yang legal maupun ilegal. dms/bbc.

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.