Oleh AMRON TRISNARDI
” Mas, mana lebih berharga, menyumbang banyak tapi viral, dapat pujian, atau menyumbang sedikit tapi diam-diam, hanya Tuhan yg tahu?”
Pertanyaan seperti itu bisa ditebak, dari kawan kristen.
Begini teman.
Biasanya kalau nyumbang sedikit memang diam-diam. Nggak ingin diketahui. Itu alamiah. Datang kondangan aja kalau nyumbang 100 ribu nggak ditulis nama. Uangnya dimasukin amplop polos. Orang yg seperti ini banyak.
Pandangan lain dari yang menyumbang diam-diam, adalah menyumbang untuk pahala. Sakral. Balasannya harta surga. Untuk ini bahkan sudah disediakan ayatnya … – kalau tangan kananmu memberi, janganlah tangan kirimu melihat-. Kalau tangan sendiri nggak boleh tahu, apalagi orang lain. Ini diyakini lebih mustajab mendatangkan pahala… melimpah, kelak….nanti…sorgawi.
Tapi, sebagian orang menyumbang sebagai peristiwa sosial biasa, solidaritas, nggak sakral, nggak rohaniah, nggak mengingat ayat, nggak mengharap balasan sorgawi, nggak memancing pahala.
Mereka tak masalah jika sumbangannya diberitakan, sebab dengan begitu dapat mendorong, memotivasi meng-influence banyak orang…membangun solidaritas sosial.
” Jadi, bagus yg mana?”
” Selama menyumbang….apapun pilihannya, tetap bagus. Yang nggak bagus itu…nggak nyumbang, tapi nyinyir, kritis, analitis.”
” Gitu ya?”
” Lebih nggak bagus, nanya melulu, nyumbangnya kagak.”
Pertanyaan tak dilanjutkan.