Seide id– Ketika saya ikut kegiatan sastra yang bersifat nasional atau internasional, yang ada di benak saya adalah bagaimana caranya agar buku/novel saya terjual dan dibeli para peserta yang ada di kegiatan itu.
Istilah umumnya jemput bola. Seperti di Ubud Writers Festival (UWRF) juga kegiatan sastra di Sabah, Malaysia dan Taiwan. Di UWRF Saya mencari informasi tentang kios buku yang dibuka di sana. Akhirnya ada toko buku yaitu Periplus yang menjual buku-buku dari seluruh penulis Indonesia dan dunia.
Sisi entrepreneur saya muncul dan ini sudah saya lakukan sejak lama, yaitu menulis, mengedit, menerbitkan tentunya dengan ISBN melalui Yayasan Gerson Poyk dan menjualnya sendiri atau akrab dinamakan indie/independen. Saya juga membeli buku-buku milik saya juga bapak saya GP dari penerbit mayor yang kemudian saya jual kembali.
Di ajang UWRF saya menerbitkan 50 buku kumpulan cerpen etnik NTT yanag saya tulis dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Lalu darimana saya mendapatkan dana? Saya kumpulkan sedikit demi sedikit dari honor menulis dan mengajar juga melatih baca puisi beberapa bulan sebelumnya.
Ketika kegiatan itu akan dimulai, saya sudah menghubungi Periplus untuk menitip jual buku-buku saya. Dan saya tidak sepenuhnya berharap dengan penjualan di gerai buku itu, selama seminggu di sana, saya membawa beberapa puluh buku, merambah acara demi acara, berkenalan dengan para penulis mancanegara, ngobrol-ngobrol ttg buku dan sastra, memperkenalkan buku saya dan tak lupa menyertakan harga jualnya jika mereka bertanya, “do you sell this book?” Ketika saya bilang yes, maka transaksi pun terjadi.
Begitulah cara saya berdagang buku. Selain di Fb dan istagram, saya juga membawanya ke berbagai pertemuan sastra dan menjualnya secara pribadi. Prinsipnya saya menawarkan karya ‘intelektual’ yang tidak merugikan orang lain, mereka mau beli saya bersyukur, jika tidak itu bukan rejeki saya dan bila ada rejeki, saya juga membeli buku-buku yang ditulis oleh para sahabat penulis untuk perpustakaan Gerson Poyk yg saya kelola.
Memang hal yang saya lakukan ini tidak dengan biaya kapital dengan skala besar yang erat kaitannya dengan modal, branding nama yang populer, dan penampilan yang elok (kerap menjadi daya jual). Tapi saya melakukan hal yang kecil dengan arti luas, jika mereka membaca cerita pendek saya tentang Nusa Tenggara Timur, atau yang lainnya, atau novel-novel dan buku-buku motivasi saya, paling tidak saya sudah menyampaikan ‘pesan’ tentang sebuah peristiwa melalui ‘kata’.
Meski dari segi materi nilainya sangat kecil, saya bahagia melakukannya. Salam kreatif di rumah saja. Mari menulis..
(Fanny Jonathan Poyk)