TIDAK DENGAN APA APA

Dari sekian kisah Abunawas, kisah yang saya beri judul ‘Tidak Dengan Apa-apa’ ini, paling membekas pada ingatan. Saya peroleh dari ayah, saat saya masih SR/SD.

Alkisah dari perjalanan di seputar negara tetangga, Baginda Raja Harun Al Rasjid memperoleh teka-teki unik dan cukup pelik untuk dipecahkan. Tentu saja baginda sudah pegang kunci jawaban yang disampaikan oleh pencipta teka-teki.

Setiap ada problem kerajaan dan teka-teki yang sulit dijawab –setelah para menteri dan petinggi tidak bisa memecahkannya– kepada Abunawas baginda meminta pendapat.

Sehari setelah baginda pulang dari muhibah itu, dikumpulkannya para menteri, petinggi, dan hulubalang di balairung, termasuk Abunawas. Kali ini sasarannya langsung pada Abunawas.

“Abu, ini aku ada teka-teki. Namun jawabannya dalam tindakan,” ujar Baginda Harun Al Rasjid dengan berwibawa. Mendengar ucapan baginda, penyair dan pemikir hebat yang konon hidup di seputar abad ke-8 di Persia ini, seperti biasanya bersikap tenang dan santun.

“Nah, besok pagi sebagaimana saat ini, kamu hadir lagi di balairung. Namun tidak dengan naik kereta, berkuda, berjalan, berlari, merangkak, atau digendong. Juga tidak dengan berpakaian atau dalam keadaan telanjang,” ujar Baginda Harun Al Rasjid tenang, jelas.

Mendengar suara baginda, sesaat hadirin diam . Hening.

Tak lama kemudian terdengar dengung mirip suara lebah, yang berasal dari bisik-bisik para menteri, petinggi, dan hulubalang itu. Di antara yang iri dengan kecerdikan Abunawas, ada yang bermonolog lirih, “Kali ini mampus kau Abu! “.

Keesokan harinya sebagaimana dititahkan baginda, sudah berkumpul para punggawa tersebut, di ruang sidang kerajaan. Tinggal menunggu kehadiran Abunawas.

Tak lama kemudian datang menghadap seorang pemuda berusia 20-an tahun dengan menyeret karung. Para punggawa kerajaan heran, di mana Abunawas. Namun, tidak bagi Baginda Raja. Baginda pun tersenyum menyaksikan putra Abunawas itu, lantas berkata dalam hati: ‘Benar-benar cerdas kau Abu… ‘

Setelah menunjukkan segenap rasa hormat kepada baginda, putra Abunawas tersebut lantas membuka ikatan karung, dan muncullah kepala ayahnya.

Begitulah, pagi itu Abunawas mendapat hadiah dari baginda, lantaran hadir di istana, di aula kerajaan — tidak dengan berjalan, berlari, merangkak, digendong, berkereta, berkuda, atau naik onta. Atau hadir dengan tidak berpakaian– tetapi juga tidak dengan keadaan telanjang. Namun, dalam karung yang diseret putranya.

Lantas apa analisis saya terhadap anekdot ini? Apa ‘utak-atik gathuk’ saya?

Silakan tonton vlog di bawah ini. Jika berkenan, silakan subscribe.

Terima kasih. Salam sehat selalu.

Avatar photo

About Amang Mawardi

Penulis dan wartawan tinggal di Surabaya