TOO MUCH MOS

MENULIS ITU ASYIK (23): MOS

Oleh BELINDA GUNAWAN

“Antara Bawang Putih dan Bawang Merah, siapa yang anak baik?”

“Bawang Putih!”

“Ade mau jadi Bawang Putih?”

“Mau.”

“Jadi Bawang Merah?”

“Ogah.”

Dulu, ketika masih sering duduk di pangkuan Nenek mendengarkan dongeng, kita sudah kenal apa yang namanya MOS, moral of the story. Sekarang ini, setiap hari kita menbaca MOS. Oh ya? Dari mana? Read on….

Kebanyakan dari kita tentu terlibat dalam keanggotaan satu, dua, atau bahkan sepuluh WA group (wag). Di wag orang sering mengirim kisah yang inspirasional. Kisah itu terkesan sebagai kisah nyata tapi kebanyakan hasil forward entah dari mana.

Ada banyak kisah kisah di wag tentang seseorang yang jatuh bangun mengalami liku-liku kehidupan namun berakhir baik berkat keuletannya, perjuangannya dan perilakunya yang terpuji. Kisah-kisah seperti ini mengandung pesan moral, yang biasa disebut MOS.

Sayangnya, kisah-kisah di wag itu, yang sudah panjang, masih ditambah lagi dengan keterangan seperti: “MOS cerita ini adalah… “ yang panjang pula, seolah-olah tanpa itu kita tidak mengerti. MOS itu seakan-akan disuapkan kepada kita sehingga kita “kekenyangan”.

Dalam literatur tentang MOS disebutkan, MOS adalah pelajaran yang kita dapatkan setelah membaca sebuah kisah. Biasanya pelajaran itu dengan jelas menunjukkan pada kita apa yang benar dan apa yang salah.

MOS memang pesan positif yang disampaikan melalui cerita. Kadang pesan itu disampaikan terang-terangan, sesekali kita temukan juga yang lebih halus cara penyampaiannya, lebih terselubung sehingga perlu kita temukan sendiri.

Sejak kecil sudah banyak MOS yang kita peroleh, seperti dari cerita Nenek di atas, juga cerita-cerita yang kita baca setelah kita melek huruf. Fabel Aesop berjudul The Boy Who Cried Wolf, misalnya, menuturkan kisah tentang anak yang berteriak “Srigala!” hanya agar penduduk desa berduyun-duyun datang menolongnya. Ketika ia benar-benar diserang srigala, penduduk desa tidak bereaksi sebab mengira ia lagi-lagi berbohong. Cerita ini jelas menyampaikan pesan, bahwa anak yang suka berbohong takkan dipercaya lagi.

Cerita anak hampir selalu mengandung MOS. Dongeng Cinderella mengandung pesan bahwa kekejaman dan iri hari akan mengarah pada konsekuensi negatif, sementara sosok yang ulet dan sabar akan menemukan kebahagiaan.

Begitulah fabel dan dongeng. Namun cerita dewasa selayaknya tidak lagi “bermain” di sekitar MOS melainkan mengandalkan diri pada tema. Walaupun MOS dan tema sama-sama mengandung pesan (baca seri 23 tentang tema), tema lebih halus dan terselubung. Tema mengendap pada pikiran dan perasaan pembaca tanpa membuatnya merasa disuapi hingga kekenyangan. Tema tidak menggurui.

Tidak penting bagi pembaca untuk segera bisa menyebutkan apa tema cerita yang kita tulis. Dengan caranya sendiri tema kita itu akan memperkaya pengalaman membaca seseorang dan memperluas wawasan serta cara berpikirnya.

Ketika seorang pembaca statusku menyatakan dalam komennya — dan tidak hanya satu kali — bahwa ia mendapat “sesuatu” dari situ, bagiku itu adalah pujian tulus. Aku merasa, dariku ia mendapat sesuatu yang lebih dari sekedar MOS. (BG)

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.