Pukul 1 siang persiapan buang sauh dilakukan. Mesin menderu kencang. Suaranya terengah-engah karena beban yang luar biasa berat.
Tepat pukul 13. 30, di bawah tatapan mata ribuan orang yang masih tak terangkut, Willhelm Gustloff diiringi kapal penumpang bernama Hansa yang juga penuh orang, mulai berlayar. Keduanya dikawal dua kapal terpedo.
Di dermaga, ribuan kereta bayi diam menggigil karena ditinggalkan pemiliknya….
Perdebatan sengit
Iring-iringan baru berlayar beberapa mil laut sudah mengalami masalah. Kapal penumpang Hansa yang juga sarat penumpang dan sebuah kapal terpedo yang mengiringi harus kembali ke pelabuhan karena masalah mesin.
Jadilah Wilhelm Gustloff berlayar sendirian dengan hanya sebuah kapal terpedo bernama Lowe mengawal dari jauh.
Meski pelayaran nampak lancar dan aman, sesungguhnya di dalam ruang kemudi telah terjadi perdebatan yang sengit dan keras. Gustloff saat itu diisi 4 kapten kapal dagang sekaligus, dengan pimpinan kapten Friedrich Petersen yang paling senior dan sedang bertugas. Jadi secara hirarki dan tanggung jawab keselamatan kapal berada di pundak kapten Petersen.
Namun, jangan lupa, di dalam kapal itu juga terdapat perwira militer AL Jerman aktif bernama Wilhelm Zahn. Pangkatnya letnan komandan, setara seorang Mayor dalam jenjang kepangkatan AD Amerika. Itu pangkat tertinggi di dalam kapal Gustloff saat itu.
Zahn adalah seorang kapten kapal selam yang kini bertugas sebagai instruktur kapal selam bagi ratusan kadet kapal selam yang sedang belajar di Wilhelm Gustloff.
Bukankah selama ini kapal pesiar itu dijadikan asrama dan tempat pelatihan kadet U-boat? Nah, Wilhelm Zahn lah gurunya.
Saat memimpin kapal selam U-56 ia hampir saja menenggelamkan kapal perang Inggris HMS. Nelson yang membawa PM. Winston Churchill dan para petinggi militer Inggris. Sayang 3 terpedo yang dilepas Zahn meleset.
Pilih jalur mana?
Setelah itu Zahn dipindah ke U-69. Tugas di kapal ini ia tak pernah menenggelamkan satu kapal pun, maka, karena dianggap ‘kering’, ia pun dimutasi ke Wilhelm Gustloff untuk menjadi pelatih kadet.
Nah, perdebatan pertama dimulai dari rute yang hendak ditempuh kapal menuju Kiel. Kapten Petersen yang sedang bertugas ingin menempuh di jalur laut bagian tengah, laut bebas, jalur bernomor 58 yang telah bebas dari ranjau laut.
Sementara, Zahn maunya kapal menempuh jalur bagian pinggir mendekati daratan.
Berdasarkan pengalaman Zahn, kapal selam manapun tidak mau berlayar dekat daratan di kawasan musuh. Banyak ranjau laut dan risiko terdeteksi kapal patroli lawan sangat besar.
“Lebih baik kapal merapat ke pinggir” ujar Zahn.
Petersen tak setuju, “banyak ranjau laut! Satu saja ranjau tersenggol habislah kapal ini” balasnya.