Belajar Merenungkan Penderitaan dan Ketakberdayaan – Menulis Kehidupan-128

Tidak ada satupun manusia yang meminta dilahirkan ke dunia, apalagi lahir untuk miskin, menderita, sengsara. Namun, pengalaman kesulitan, masalah, sakit, penderitaan, dan duka lara melekat pada kodrat manusia, jasmani rohani.

Dari seeokor burung pipit yang jatuh dan mati, kutulis renunganku dalam sajak Terjatuh lagi, Menderita, dan Mati.

Pagi ini masih dingin
Hujan baru saja reda
Sinar mentari belum tampak
segelas pahit kopi panas
dengan asap angan mengepul
menemaniku di teras dapur
menyambut hari baru.

Mata terpana di bawah pohon
Ada semut berkerumun
ada bulu-bulu tercecer
Ternyata
Anak burung kemarin
yang sudah kutolong untuk kembali
bergabung di sarang dengan saudaranya
Terjatuh lagi dan mati
mungkin dari semalam
saat hujan deras dan angin
Nasib malang burung kecil
tak berdaya hadapi cuaca
belum kuat tubuhnya
untuk terbang dan bertahan
di tengah cuaca ekstrem.

Saat kulihat dari dekat
Ratusan semut mengerumuni
jadi santapan pesta rezeki
daur kodrati alamiah
jasad burung dimangsa semut
Lalu selesai riwayatnya
penuh misteri semesta
Tak tahu jawaban pasti

Kembali seruput kopiku
Terbayang nasib jutaan insani
sesama saudara miskin papa
Ada yang mati kelaparan
ada yang sakit tak berdaya
Entah di tengah hutan atau daerah terpencil
Entah di kolong jembatan dan emperan metropolitan
Entah di daerah konflik politik dan peperangan
Entah tergusur dari kampung halaman dan di pengungsian
Entah pemulung, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, cacat fisik, atau pengangguran dan dikejar utang
Terkapar, menderita, mati

Jutaan manusia menderita,
Sakit, lara, dan mati
seperti anak burung dan bangkai tikus
Karena mereka orang kecil
miskin harta dan kuasa
lapar kasih sayang
dahaga perhatian cinta
sirna harkat martabat
Di antara sedikit yang sejahtera
di bawah telapak satu dua manusia
yang kaya harta benda
yang besar kuat kuasanya
yang tanpa hati nuraninya
yang gelap ruang jiwanya.

Fakta kehidupan manusia
memang penuh tanda tanya
tentang harapan dan kenyataan
tentang kata dan perbuatan
tentang kebenaran dan kepalsuan
tentang rohani dan jasmani
tentang hakikat manusia
tentang surga dan neraka
tentang misteri alam semesta
tentang ajaibnya Sang Maha Misteri.

Jatuh, tak berdaya, dan mati
Seekor burung pipit
Terinjak dan terbuang
seekor kecoa, cacing, dan semut
Diburu dan terbunuh binatang liar di hutan
Terikat dan terpotong ayam, sapi, kambing
Terpancing dan terjaring ikan di kolam, sungai, danau dan samudera
Dikejar, dibom, dan ditembaki
Dan
banyak manusia senasib seperti hewan dan binatang liar
Tak berarti dan mati
tanpa ditangisi dan dimakamkan layaknya insani
Dan
deretan tanya tidak pernah tuntas terjawab
dalam sejarah peradaban
Entah sampai kapan
Mengapa begini
Mengapa begitu
Mengapa terlahir hanya untuk menderita dan mati seperti cacing, tikus, kecoa, dan burung pipit?