Terjadinya skandal absennya kenaikkan bendera merah putih di ajang Thomas Cup merupakan produk budaya pegawai negeri, kata Mbah Cocomeo. “Karena PNS nggak ada proyeknya, cara ngetesnya juga tak sesuai standar internasional, “ katanya.
Negara-negara yang berlaga di ajang internasional wajib melaporkan hasil pengawasan atau laporan tes doping kepada WADA (World Anti-Doping Agency).
Di Indonesia, yang berwenang menjalankan tes doping pada atlet adalah Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI), lembaga yang bersifat mandiri dan terafiliasi dengan WADA.
Dipaparkan, Indonesia sudah diperingati WADA sejak Olimpiade lalu. Tapi belakangan yang cek atlet malah LADI. “Dan WADA sudah tahu kerjaan LADI nggak beres, “ katanya.
Dampak dari test anti doping dari WADA, kini Indonesia kena hukuman, tidak boleh menjadi tuan rumah kegiatan / event pertandingan, di semua cabang olahraga. “Sampai kapan? Bagaimana kalau lama dan nggak dicabut juga, “ tanyanya.
Menurut Erwiyantoro, kasus WADA harus diklarifikasi. “Indonesia harus minta maaf kepada dunia dan atlet atlet harus dites ulang dan minta dikonfirmasi mana yang kena doping? “ pintanya.
Untung yang di olimpiade yang diperiksa yang tidak dapat medali. “Kalau yang dites yang dapat medali bagaimana ? Apa nggak malu, ” tambahnya.
Bicara tentang bulutangkis, jurnalis senior olahraga dari Suara Merdeka – Semarang ini meyakini Indonesia akan sukses secara berkala, bahkan meski tak ada pembinaan PBSI. “Karena dimana mana bibit baru tumbuh dan tinggal dipetik, “ katanya.
Sembilan belas tahun jeda waktu adalah hal yang bisa terjadi. Karena juara baru pasti muncul. “Tapi ketika sekarang seharusnya jadi euforia luar biasa, mendadak tak ada bendera. Itu benar benar ironi! ” kata Mbah Cocomeo.
“Selama ini Menpora sulit diganti kalau tidak ada korupsi. Jabatan Menpora kastanya Sudra – kasta paling rendah. “Kecuali untuk kasus korupsi sebagaimana menimpa Menpora Andi Malarangeng dan Imam Nahrawi” paparnya.
“Menpora yang sekarang harus dipecat. Ini korupsi dalam kasus yang berbeda, Ini memalukan bangsa dan negara di mata Internasional, “ kecamnya.
Menporanya alat politik, tak tahu cabang olahraga, tak peduli. Yang diurus cuma sepakbola, kecamnya.
Ke depan, dan lebih penting, adalah Presiden harus menempatkan Menteri Olahraga yang paham olahraga. Kemenpora jangan jadi alat politik terus.
“Dunia harus melihat, bahwa Menpora Indonesia orang olahraga. Bukan orang politik, “ katanya. – dms