Papandayan: Ngemong Cucu dari Camp David ke Dead Forest (2)

Papandayan - 01E Menuju Kawah - Foto Heryus Saputro Samhudi

Sama seperti piknik ke mal atau ke pantai, bawa semua keperluan si balita, jangan lepas pengawasan, ajak terus berkomunikasi, dan cucu kami senang digedong dalam hangatnya kangoroo bag.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

Papandayan di Garut Jawa Barat itu gunung berapi yang unik. Umumnya kawah ada di bagian puncak, dan basecamp sebagai lokasi start umumnya berada jauh di bawah kawah dan sebalik puncaknya. Tapi tak begitu dengan Papandayan. Camp David sebagai tempat memulai pendakian, justru berada di areal bibir kawah, dengan bayang-bayang dinding ngarai puncaknya di latar belakang.

Cuma perlu 1 jam jalan kaki dari Camp David untuk mencapai areal 4 kawah yang ada, setelah menyusup tegakan rimbun hutan alpina. Ada jalan setapak bercabang dua di tepi kanan areal tubir kawah. Satu jam menyusuri setapak sebelah kiri, kita akan sampai di camping ground Pondok Salada, dan 1 jam menyusur setapak kiri kita akan tiba di Dead Forest yang menghitam di antara pasir aluvial putih gemerlap.

Perlu mendaki sekitar 1 jam lagi dari Dead Forest untuk tiba Tegal Alun yang banyak ditumbuhi rumpun bunga ‘abadi’ Eidelweis, dan perlu 1 jam mendaki lagi untuk benar-benar tiba di pucuk Gunung Papandayan. Tapi menurut saya, tak perlu susah payah mencapai puncak, arena di situ tak ada view yang bisa dilihat, kecuali belit pohon-pohon hutan alpina. Mending di Tegal Alun saja sebelum balik turun.

Ada jasa ojeg sepedamotor trail dari Camp David hingga camping ground Pondok Salada, tarifnya one-way Rp 100.000. Juga sebaliknya. Tapi untuk yang pergi-pulang, bisa nego sama Kang Ojeg. Namun umumnya pendaki memilih jalan kaki, santai bareng teman atau keluarga, menikmati langit terbuka selepas hutan alpine, membentang hingga selepas tubir kawah

Setapak jalannya pun bagus, cukup lebar dan padat, berupa susunan batu gamping dan kuarsa bekas serpih muntahan lahar. Bahkan menjelang Dead Forest, jalan batu bernuansa cokelat dan kuning berundak-undak. Di lokasi ini beberapa hari lalu di medsos, viral video amatir yang menyorot seorang wanita paruh baya berbusana training pack, berkacamata, bertopi bolong di bagian atas, mendaki sambil berlari.

Di satu titik, video lanjutan mengungkap wanita yang tadi mendaki sambil berlari-lari itu tampak tergeletak terlentang di tengah jalan, dikerumuni kolega seperjalanannya yang mengipas-ngipas dan beberapa tampak melakukan gerak pernafasan buatan. Tapi jiwa wanita yang dikhabarkan kena serangan jantung itu tidak tertolong. Beliau meninggal dunia di antara kolega seperjalanannya.

Tentu kita prihatin atas musibah itu dan berharap kejadian serupa tidak terulang lagi, berlari mendaki gunung dengan gembira, dan mendadak terjatuh di tengah jalan. Mungkin benar karena mendadak terkena serangan jantung, atau mungkin juga tersebab tipisnya udara atau oksigen di sekitar situ, menyebabkan tubuh Lelah dan terengah-engah kehabisan nafas. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.