Dalam perjalanan di pelosok sebelah Barat Danau Toba, tim riset film ALUSI TaoToba menginap di Bahalbahal. Siregar, pemilik kapal yang kami sewa dan aktifis Sopo Belajar di sana, menawarkan saya bertemu Bapak/Ibu guru dan murid-murid SDN Bahalbahal.
Yey…dengan senang hati kalau diterima. Siregar sendiri yang menghubungi pihak sekolah.
SDN Bahalbahal ini unik. Gurunya 8 orang, muridnya dari kelas 1 sampai 6 cuma 14. Saat ini siswa kelas 1 hanya 1 orang. Kepala Sekolahnya merangkap Kepsek SDN di Binangara.
Kenapa begitu? Desa ini memang terpencil, tidak ada jalan darat. Dulu sekolah di desa lain, naik perahu. Kalau ombak dan angin lagi kencang, mereka tidak bisa sekolah. Oya, kalau lulus SD, mereka sekolah dan kos di ibukota kabupaten, di Pangururan.
Karena siswa hanya sedikit, saya minta bertemu di luar kelas saja, agar tidak terlalu formil. Anak-anak duduk di batu, saya dan Bapak/Ibu guru berdiri. Yang membuat saya haru, sebagian anak menyandang ulos. Agaknya masing-masing anak punya ulos di sekolah.
Saya hanya bercerita ringkasan perjalanan hidup, dari anak dusun yang miskin, yatim sejak umur 4 tahun, sekolah SMP masih nyeker, tapi ingin jadi pengarang karena suka membaca. SMA di Medan, merantau ke Jakarta, terus memelihara mimpi, hingga akhirnya bisa kuliah dengan biaya sendiri, jadi penulis, pengarang, wartawan, penulis skenario sinetron dan film, etc.
Intinya jangan takut bermimpi. Anak kampung, anak orang miskin, tidak masalah. Tapi harus punya mimpi. Harus punya cita-cita. Dan ngotot untuk meraihnya. Kurang lebihnya begitu.
Setelah itu saya membacakan puisi “Inong 5” dan puisi “Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu” karya Gus Mus, dan mengajak anak-anak dan guru-guru bernyanyi bersama di tengah puisi (dalam puisinya memang begitu)
Indonesia Tanah Air Beta
Pusaka abadi nan jaya