Ubah Dukacita Jadi Sukacita

Foto : Tarikul Raana / Unsplash

Aneh tapi nyata, kita mudah terhibur melihat orang lain lebih miskin, susah, atau lebih menderita dibandingkan hidup kita. Ketika kita senang, sebab merasa senasib sependeritaan, hal itu harus diwaspadai agar tidak meracuni hati sendiri.

Meracuni, sangat jelas meracuni. Kita senang melihat orang lain susah atau menderita, berarti kejiwaan kita terganggu, bahkan sakit. Dan ini jangan disepelekan!

Seharusnya kita prihatin, berempati, dan berbelarasa atas kesulitan dan kesusahan orang. Tidak seharusnya kita jadi senang, mengolok-olok, atau menari di atas penderitaan orang, tapi kita harus berani berbagi dan membantunya.

Jangan berpikir, bagaimana mau membantu, jika hidup sendiri susah, usaha terpuruk, dan seterusnya. Ketika kita berpikir dan fokus pada persoalan sendiri, kita tidak mampu merasakan anugerah dan kasih Allah, apalagi peka pada kesusahan orang lain.

Sebaliknya, ketika hidup ini dipenuhi rasa syukur sebab dikasihi Allah, kita bakal dimampukan melihat hikmah dari setiap persoalan dan peran yang kita jalani, sehingga tabah dan kuat.

Selain itu, berbagi pada sesama itu tidak sebatas hanya materi. Yang utama adalah karena kita hadir dan peduli. Kita berempati untuk ikut berbela rasa atas persoalanan, atau musibah yang dihadapi.

Kita hadir untuk ikut merasakan kesedihan itu, sekaligus jadi penenang, penyemangat, dan penguat jiwa.

Dengan peduli, berempati, berbela rasa, dan berbagi pada sesama berarti kita memperlakukan hal yang sama pada diri sendiri.

Dengan memberi, dan selalu memberi, karena lebih dulu kita telah memperoleh anugerah Allah.

Dengan membahagiakan orang lain, kita juga bahagia.

Kita ubah dukacita itu jadi sukacita. Dengan mengasihi sesama, kita peroleh kebahagiaan Ilahi.

Aduh Gile Beneer

Pilih Pengalaman, Gaji Besar, atau Kedua-duanya?

Berbohong Demi Kebaikan

Avatar photo

About Mas Redjo

Penulis, Kuli Motivasi, Pelayan Semua Orang, Pebisnis, tinggal di Tangerang