Dua orang tua renta masih mencari uang untuk menyambung hidup
Ada dua perempuan tua wara-wiri di sekitaran kompleks. Ya satu, kerap saya temui ngedeprok di depan pintu masuk minimarket. Gonta-ganti. Kalau tidak di depan Al*a, ya, Indoma*t. Satunya lagi, memiliki benjolan besaaar di lehernya, tapi tak spesialis meminta-minta seperti yang pertama. Dia selalu membawa gembolan, apaaa saja: kerupuk, snek, bahkan… pakaian untuk dijajakan. Jujur, saya membelinya karena iba sekaligus terlecut daya juangnya.
Yang satu lagi? Jujur pula, biarpun agak sedikit jengkel menemuinya duduk ‘hanya’ untuk mengemis belas kasihan orang, saya tak kuasa menampiknya. Biar bagaimanapun, menampak fisiknya nanringkih, hati saya tak tega. Sehingga suatu hari, suatu saat berbeda, saya sempat mengajak ngobrol kedua perempuan itu.
Lalu, apa kesimpulannya? Mengapa wira-wiri di jalan, Bu? ” Cari uang buat makan, apa saja saya lakukan termasuk berjualan di jalan, “kata perempuan yang punya penyakit fisik, sebut saja Sri.
Dan, sang nenek pengemis? Rumahnya ternyata lumayan jauuuh, di Serang. ” Ya, untuk nyambung idup…. “tawanya lirih tersekat nada serak bergeletar.
” Ibu tak punya anak dan saudara? “
“Saudara sudah pada meninggal. Anak sih, banyak. Tapi, semua sibuk ngurus keluarga masing-masing…. “
Cep. Cep. Cep!
Saya terdiam, tak tau mesti bilang apa lagi. Kalimat terakhirnya bikin saya ‘nyes’. “Sibuk ngurus keluarga masing-masing…”, kedengaran klise,tapi tak terbantahkan.
Suatu perasaan menyesal menyelinap di relung batin. ‘Kapok saya menilai orang berdasar perasaan suka dan tak suka cuma lihat apa yang tampil di luar tanpa berusaha nyimak menyelam ke dalam! “
Semua orang punya peperangan masing-masing. Memikul salibnya masing-masing, entah bagaimana cara pilihan menjalaninya.
Ah, masihkah kita cuma asyik nyinyir, mencerca?
@cttpagi9124, 7:59.
#jurnalsyukurfi
Budidaya Jamur Tapi Tak Punya Lahan, Tak Punya Kumbung Jamur ? Sewa Saja dan Nikmati Passive Income