UEA bukanlah Qatar dan Iran yang dekat dengan Islam militan dan dekat dengan kaum puritan Indonesia. UEA, sebagaimana Arab Saudi, Mesir dan Bahrain mengarah ke moderat dan sekuler. Melepas diri dari belenggu puritanisme Islam di masa lalu.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
PERESMIAN Masjid Raya Sheikh Zayed di di Kecamatan Banjarsari – Solo, Jawa Tengah, sebagai hadiah pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) kepada umat Muslim Indonesia oleh Presiden Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) dan Presiden Jokowi, kemarin pagi, menjadi luapan rasa para kaum Islam puritan, oposan dan simpatisannya di sini.
Pada intinya, mereka mengolok-olok dan menuduh kita “mau duit dari Arab tapi antipati pada orang Arab”.
Masjid megah di area seluas lebih dari 3 hektar yang dihadiahkan itu memiliki empat menara, satu kubah utama, kubah-kubah kecil dan ornamen bangunan khas Timur Tengah, yang bisa menampung 10.000 jamaah. Masjid ini merupakan replika The Sheikh Zayed Grand Mosque di Abu Dhabi.
Setelah diresmikan, Senin pagi (15/10/2022) itu, masjid ini dibuka untuk masyarakat umum, dijadikan pusat dakwah dan pendidikan Islam, sekaligus pusat destinasi wisata religi baru di Solo.
Kaum Islam puritan di sini, mengaburkan pandangan seolah negara negara Arab itu satu, sama puritannya dengan mereka. Padahal tidak.
UEA bukanlah Qatar dan Iran yang dekat dengan Islam militan dan dekat dengan kaum puritan Indonesia. UEA, sebagaimana Arab Saudi, Mesir dan Bahrain mengarah ke moderat dan sekuler. Melepas diri dari belenggu puritanisme Islam di masa lalu.
Negeri pria berdaster dengan ibukota Abu Dhabi ini, bahkan menjadi negeri paling sekuler di jazirah di Arab . Pemilik gedung pencangkar langit Burj Khalifa di kota Dubai ini menampung turis berbikini, bar untuk laki laki dan perempuan, bahkan juga membuka kasino.
Pembukaan Kasino di UEA akan menandai momen penting bagi Teluk, dimana UEA mengubah orientasi ekonominya yang selama ini bergantung pada minyak, mengarah kepada dunia pariwisata, dimana klab malam, pesta alkohol dan kasino ada di dalamnya.
Sedangkan Qatar dan Iran mengarah ke pro Islam militan, dikenal sebagai pendukung Ikhwanul Muslimin, afiliasi-afiliasi Al-Qaeda, Al Nusra, pemberotak Syah di Qatif, Arab, Hamas di Palestina, Taliban di Pakistan dan Afganistan. Juga menyokong kubu pemberontak Houthi di Yaman.
Qatar, secara ideologis, lebih dekat dengan kelompok fundamentalis radikal di sini, kelompok Islam militan anti keberagaman, yang suka mengkafirkan umat lain, anti budaya lokal, anti Islam Nusantara, pemuja budaya Arab masa lalu, yang anti pemerintah yang sah. Gemar melontarkan tudingan “anti ulama” “anti Islam”, “Islamophobia” dan lain lainnya. Rutin menggelar demo berjilid jilid ke istana.
Mereka tidak menyadari, bahwa di tanah leluhur mereka, di jazirah gurun pasir sana, kelompok dan ajaran mereka sudah tersingkir. Kaum puritan pro ISIS dan Taliban, ditangkapi dan dieksekusi, bahkan dipancung di depan umum!
Laman CNBC Maret lalu melaporkan bahwa Arab Saudi telah mengeksekusi mati 81 pria dalam satu hari, pada Sabtu (12/3/2022). Narapidana yang dieksekusi termasuk tujuh warga Yaman dan satu Suriah atas kasus terorisme dan pelanggaran lainnya, kata pihak berwenang.
Eksekusi ini mencetak rekor karena menjadi eksekusi massal terbesar dalam beberapa dekade. Jumlah tersebut mengalahkan jumlah 67 eksekusi yang dilaporkan di Arab Saudi sepanjang 2021.
Pejabat itu kemudian mengungkapkan, puluhan narapidana yang dieksekusi mati itu memiliki kaitan dengan ISIS, Al-Qaeda, kelompok pemberontak Houthi di Yaman, atau sel-sel teror lainnya. Beberapa terdakwa merencanakan serangan terhadap situs-situs ekonomi vital di Saudi.
Selain warga Yaman dan Suriah, ada 37 warga negara Saudi yang dieksekusi setelah dinyatakan bersalah dalam satu kasus karena mencoba membunuh petugas keamanan dan menargetkan kantor polisi dan konvoi.
Penguasa di Arab Saudi juga memecat ribuan imam, dan menyensor teks-teks ekstremis. memenjarakan mereka yang memprovokasi dan melawan perintah kerajaan.
Arab Saudi membantah tudingan pembela HAM yang menuduh kerajaan membatasi “ekspresi politik dan agama”, dengan menyatakan, eksekusi tersebut merupakan “cara negara melindungi keamanan nasionalnya”.
Selanjutnya, Melawan gerakan islam radikal