Jenasah Pak Min tak bisa dibawa pulang ke rumah, sebab lingkungan tidak menerima jenasah Kristen. Mayat harus masuk islam dulu baru bisa dibaswa pulang. Menjelang cuaca gelap, akhirya keluarga rela orangtua Kristen mereka mendadak jadi Islam. (Foto.Islam.co)
Pak Minadi lebih akrab dipanggil Pak Min. Ia bukan orang terkenal yang selalu muncul di televisi atau medsos. Sama sekali jauh dari itu. Pak Min, yang dulu tinggal di Kemlayan hanyalah warga biasa dengan kebaikan yang luar biasa.
Orang Sederhana Hidup Sederhana
Meski tinggal di rumah petak, Pak Min selalu berbagai dengan sanak saudara, bahkan tetangganya. Semua diberi bagian terbesar. Bagian ia dan keluarganya justru lebih kecil. Anehnya, rejekini mengalir terus. Sebagai seorang marketing pencari order di percetakannya, rejekinya melimpah. Lebih benyak dari orang-orang kaya waktu itu. Tapi ya itu, ia memilih hidup sederhana. Orang mengenalnya aorang yang kaya kebaikannya.
Saya salah satu orang yang termasuk memperoleh jatah rutin, meski tak pernah meminta. Ia tahu apa yang saya butuhkan. Termasuk memebri saya pekerjaan di perusahan dimana beliau bekerja, meski sebagai kuli percetakan, dalam arti sebenarnya. Namun dari situ, peluang berkembang terbuka lebaar. Itu berkat seorang bernama Pak Min
Anda tak akan memperoleh info apapun di google tentang Pak Min sebab ia tak memiliki jejak digital sama sekali Ia orang kuno yang percaya bahwa manusia memiiki jejak kehidupan tersendiri.
Jenasah Harus Beragama Islam
Hari ini, sekian tahun lalu saat beliau meninggal. Meski ia orang baik, di saat usia menahun, beliau pindah di Palur dan jatuh miskin karena isterinya tak bisa mengelola harta dan kepemilikan keluarga. Dan ketika nbeliau meninggal, tak mudah bagi jasadnya dikebumikan begitu saja.
Kabarnya saat keluarga ingin membawa pulang jasadnya untuk dikebumikan di kediamannya, warga kampung menolak. Pak Min tidak beragama Islam. Ia seorang kristen yang pendiam. Yang tak pernah mengkproklamirkan ia seorang kristen. Tapi orang tahu kristen karena kebaikannyal
Waktu kecil, Pak Min beragama Islam. Berangkat dewasa di usia 20 tahun, ia tertarik ajaran kristen dan rajin ke gereja. Tapi tak seorangpun tahu kapan ia ke gereja. Ia tak pernah bicara gereja,apalagi agama. Yang ia tahu, kalau punya rejeki, dibagi-bagi. Itu Pak Min.
Kini, jasanya tak bisa pulang ke rumah. Pak Min harus masuk Islam, baru bisa dibawa pulang. Hari sudah mulai beranjak sore. Negosiasi dengan RT, RW hingga lurah tidak berhasil, sementara keluarga membawa mayat di tengah jalan antara rumah sakit dan rumah tinggal.
Masuk Ruqiyah
Syarat mayat dibawa pulang tetap satu; mayat harus di ruqiyah dan harus masuk agama Islam. Setahu saya, yang Islam abangan dan masih belia, ruqiyah untuk orang sakit atau mengusir jin. Akh, tapi tak penting apa pikiran kami. Lebih penting apa pikiran mereka, dalam banyak hal.
Keluarga bertanya bagaimana sebaiknya. Dari pinggir Jakarta yang tak bisa hadir, saya bilang ikutin saja kemauan mereka agar almarhum tenang menuju alam baka. Gak penting agama bagi orang meninggal. Lebih penting baginya mengenal Tuhan. Akhirnya Pak Min mendadak jadi Islam.
Akhirnya Pak Min dikebumikan dengan cara Islam demi kemanusiaan pada jenasahnya. Semua penduduk tampak tersenyum kemenangan sebab bisa memaksa seseorang yang telah mati masuk agama mereka. Keluarga setelah itu pindah ke tempat lain yang menerima mereka sebagai manusia. Bukan karena agamanya
Peristiwa Menggugah Kesadaran
Peristiwa itu menghenyakkan kami semua. Peristiwa itu telah mengubah keluarga kami semua tentang agama. Hidup kami kemudian berubah dalam memandang sebuah agama. Itu sebabnya, para tetangga kemudian bingung menentukan agama kami.
Yang mereka tahu, kami suka mendengarkan khotbah setiap misa Minggu, pengajian di hari Jumat maupun khotbah Budha dan Hindu.
Ada tetangga jauh yang nekad bertanya apa agama kami. Jawaban untuk itu selalu sama ; bahwa agama kami adalah agama terbaik yang sesuai menurut anda, sebab kami memiliki keyakinan sendiri. Kalau saja saat itu sudah ada Farrel Prayogo, jaswab kami pasti sama: Mbuh ! Ra ngerti! Terserah.
Tafsir Hidup Agama
Banyak tafsir tentang agama. Kami menentukan tafsir kami sendiri. Agama kami kemanusiaan. Ayat-ayat kami tentang cinta kasih. Bacaan kami hanyalah kedamaian. Kitab kami ? Kitab Kebenaran.
“ Sebab, barang siapapun yang beragama, tidak layak memperlakukan orang lain berbeda dengan keinginan dan perbuatan yang ingin dilakukan orang kepadanya”.
( Ayat Kebenaran 9:10:22)
Jadi, please kali ini, jangan kami diruqiyah menjadi orang lain. Biarkan kami menjadi orang baik, meski bukan kelomok terbesar.
BACAAN LAIN
Aktifis Perempuan dan Pakar Jender, Lies Marcoes: Pemimpin Agama Punya Otoritas Tanpa Kontrol
Islam-Kristen dan Jalan Tengah yaitu Toleransi Beragama