Mengagumkan, Kreatifitas Pematung Lempung dari China

Meski tak menghasilkan uang, tak berarti seorang seniman membuat karya asal. Foto Land Artis.

Oleh Eddy J Soetopo 

KREATIFITAS dalam jagad seni barangkali tak harus dilumuri sokongan duit jutaan hingga milyiaran untuk menghasilkan karya yang pantas diacungi jempol.

Bukan hanya karya para seniman berkaliber dunia yang ditampilkan domain itu, tetapi juga kreatifitas pinggiran ndeso dan mahasiswa seni. 

Berbahagialah kalian bila masih diberi kesempatan melihat karya sang seniman melalui jejaring webside yang mendunia seperti di portal ‘What’. 

Bisa jadi karya mereka tak dilirik kolektor dan terbeli melalui balai lelang Christie yang megah dengan bandrol miliaran. Bahkan mereka, para penyimpan hasil karya seni, entah lukis atau patung, tak berharap hasilnya disatroni pembeli.

Bagaimana tidak, bila karya-karya seniman itu cenderung dipamerkan lewat dunia maya dan tersebar melalui internet. Toh memperoleh penghargaan dengan acungan jempol semata pertanda disukai mata di atas layer monitor laptop atau handphone. 

Coba sesekali bukalah karya para perajin seni yang diunggah di jejjaring internet domain What, entah mereka sendiri yang mengupload atau rekan sesame seniman, tak disebutkan asal-usul mereka.

Jangankan ditanya nama perajin itu, dilirik tempat berkarya merekapun taka da keterangan menyebut proses berkreatif mereka berada.

Barangkali, melihat dari postur dan gestur penampakan tampang para seniman yang memamerkan karya-karya seni mereka, jelas terlihat asal-muasal para seniman itu dari negeri daratan tiongkok alias China.

Beberapa karya yang dimunculkan pun agak aneh dan ornament patung dari lempung dari tanah pinggiran ndeso.

Gambar yang dimunculkan di jejaring lewat intenet tersebar lewat domain ‘What’, memperlihatkan proses sang seniman menciptakan pelbagai karya nemplek di perbukitan. Dari membabat rerumputan, dan menorah-norehkan tanah lempung dengan air dalam ember, dan kemudian meracik secara instan ornament patung setengah jadi pantas diapresiasi.

Mengejar ketepatan bentuk menjadu tantangan sendiri bagi pematung tanah liat ini. Foto foto : Land Artis

Bukan perkara hasilnya tak bisa digeret dan didirikan ke tempat lain, lantaran memang berada di sisi tebing tanah lempung digarap secara langsung hingga menjadi ornament tokoh yang dikehendaki.

Kesemuanya itu tercipta dalam gambar buah karya patung-lempung setengah jadi nemplek di tempat aslinya, tebing. 

Lihatlah karya seniman dengan potongan rambut cepak ala tantara Indonesia itu, dengan cekatan memoles, nempel dan mereka-reka jenis sosok patung siapakah yang akan dibuatnya. Sungguh sangat menakjubkan.

Terlepas dari siapakah yang punya ide melemparkan karya seniman patung lempung di tebing, domain bertajuk land art itu disenangi penonton dalam jejaring webside dengan acungan jempol ribuan tangan. 

Setidaknya ornament patung lempung setengah jadi yang dibuatnya menggambarkan sosok seperti Kong Hu Cu atau sosok para dewa dalam agama penganut faham Confucianism Kong Fu Tze, dan masih banyak lagi, seperti hewan sapi maupun sosok lain dibuatnya dalam versi patung lempung itu.

Sepanjang pengetahuan yang pernah kami lihat, kreativitas membuat patung setengah jadi dari bahan lempung seperti itu, belum pernah dilakukan para para pematung di negri ini. 

Padahal bila dipikir-pikir, membuat patung, atau katakanlah ornament di tebing jurang lokasinya tersedia di sepanjang jalan yang dilewati mobil-mobil mewah di kiri-kanang toll. 

Bisa jadi para seniman, pematung tidak punya niat dan bahkan keberanian mencetuskan hasrat seninya lantaran belum tentu akan menghasilkan duit untuk menghidupi keluarganya. 

Lain cerita bila mereka membuat patung bukan dilakukan di tebing tanah lempung pinggir jalan, siapa tahu akan dilirik kolektor seni calon pembeli. Tentu bisa dimengerti dan masuk akal. Hanya saja, kreativitas yang bersangkutan sebagai seniman patung tak mungkin terpatri dalam khasanah pengamat seni bahwa ia bukan lagi sebagai pekerja seni. 

Setidaknya penghargaan lewat acungan jempol pemburu seni dunia maya internetan, meneguhkan bahwa yang bersangkutan pantas disebut sebagai seniman patung, meski berkarya di tebing jalan. ***

*Penulis adalah peliti media massa, anggota Aji Solo, Direktur Eksekutif Institute for Media and Social Studies (IMSS) dan Pimred  sarklewer.com. Tinggal di Kota Solo

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.