Cerita Jumat Malam
Oleh: EFFI S HIDAYAT
Pernah nggak, terbangun tidur lagi, terbangun tidur lagi. Enaaak banget tidurnya? Akibatnya Maria tak bisa bangun dini hari seperti biasa. Matahari sudah naik tinggi, mengintip dari sela-sela gorden kamar. Dan, benar saja. Saat Maria menyibakkan kain gorden batik itu, sinar matahari mencorong menyilaukan matanya yang masih berkerak.
Hhhh. Dia menggelengkan kepala ke kiri dan ke kanan. Terdengar suara gemelutuk dan berderit seperti kursi digeser. Tidak nyaman betul! Pusing kepala migren sebelah itu paling terasa menyiksa. Sakit dan nyeri yang cuma berdenging di sisi kiri membuat leher dan bahunya semakin kencang menjalarkan ngilu ke seluruh otot sendinya.
Maria berbaring lagi. Tubuhnya menggigil. Ah. Dia memejamkan mata. Dan, saat itulah teringat sesuatu. Bukankah semalam ia terbangun karena pintu kamarnya mendadak terbuka? Maria lupa menguncinya. Lalu, siapa yang membuka pintu itu? Tidak ada siapapun. Semua penghuni sedang pergi, kecuali dirinya. Dia pulang cepat malam itu, tidak ada tamu. Dan Madam Jenar marah-marah. Maria tidak tahan…. Tangannya meraih sebuah botol obat di atas meja.
Pukul 02.20! Sekelebat terbersit di ingatannya waktu ia terbangun dan beranjak mengunci kamarnya. Agak sedikit merinding sebetulnya karena teringat cerita-cerita seram di seputaran asrama Madam Jenar ini. Ada apa? Sinar bercahaya apa itu?
Di sisi bantalnya, Maria menemukan kalung rosario yang sudah pudar warnanya. Antara hijau dan putih, entahlah. Mungkin warna aslinya hijau pupus? Yang jelas buliran batu itu terasa sejuk dalam genggaman tangannya. Maria ingat, itu rosario yang diberikan ibunya dahulu ketika ia kali pertama dibaptis.
Ah, sudah berapa puluh tahun berlalu? Dan, bagaimana rosario ini bisa berada di sini? Maria tidak ingat pernah membawanya, apalagi memakainya. Boro-boro menggunakan sebagai kalung dan mendaraskan doa rosario seperti yang dipesankan ibunya. Maria tidak berani. Ia terlalu kotor!
Tiba-tiba Maria menangis deras. Hatinya diliputi sejuta penyesalan. Masa mudanya yang bebas berakhir tragis. Pergi jauh dari rumah tak pernah kembali sehingga ayah dan ibunya wafat. Nasibnya tak pernah menjadi lebih baik karena terpuruk di dalam jeratan mucikari sekelas Madam Jenar.
Kapan terakhir kali Maria ke gereja? Dan, berdoa? Dia hampir lupa pernah sangat mengidolakan Bunda Maria karena mereka punya nama yang sama. Bahkan, bukankah mereka bernasib sama? Sama-sama mengandung seorang bayi di usia belia.
Hanya saja Maria bukankah Bunda Maria yang pasrah terhadap kehendak-Nya dan melahirkan Yesus, Sang Juru Selamat. Tetapi, Maria tidak pernah siap melahirkan bayi yang dikandungnya karena ia memutuskan menggugurkan kandungannya. Dan, Yusuf , pacarnya bukan seorang lelaki baik seperti Yosef. Ia kabur tidak bertanggung jawab sehingga Maria terjebak, terjerumus ke lembah hitam.
Maria terus menggenggam rosario itu. Dan tanpa sadar bibirnya refleks mengucapkan ,”Aku percaya, Kemuliaan dan Terpujilah, Bapa Kami, Salam Maria dan….”, bulir-bulir bundar rosario itu semakin sejuk, dan dingin….
***
Keesokan pagi, asrama mucikari Madam Jenar geger didatangi polisi. Ada pencuri masuk. Di tangannya masih erat tergenggam sebuah pisau silet. Tetapi ia masih saja duduk meringkuk di sudut kamar. Pandang matanya kosong menatap sekujur tubuh yang terbujur kaku di ranjang.
Maria! Perempuan itu tidak bernapas lagi. Polisi yang memeriksa bingung. Apakah pencuri itu yang telah membunuhnya? Tetapi, tidak ada sidik jari dan sepercik darah pun. Ketika, dokter datang memberikan visum. Baru terungkap dia meninggal karena menelan terlalu banyak obat tidur. Overdosis!
Dan, apa yang dilihat pencuri itu sebenarnya? Sekitar pukul 02.20 dini hari dia nyelonong masuk ke sebuah kamar yang tidak terkunci. Ada dua perempuan di sana. Yang satu bersujud, satunya lagi berdiri membelakanginya, bercahaya. Lalu, keduanya pergi meninggalkan kamar… sebelum ia melakukan apa-apa. Ya, sebelum dia sempat melakukan apa-apa.
Tetapi, apa yang terjadi? Perempuan yang katanya seorang pelacur bernama Maria itu, ternyata meninggal. Dan, tubuhnya terbaring di sana. Jadi, siapa kedua perempuan yang dilihatnya pergi bersama semalam?
Tiba-tiba seorang perempuan menghambur masuk. Tak peduli larangan para petugas. Sebagai satu di antara anak Madam Jenar, ia baru saja tiba dari ‘dinas malam’.
“Lho, lho… mengapa rosario ini bisa ada di dalam genggaman Maria? Aku sudah menyimpannya hati-hati di lemariku, sejak ia menghadiahkannya untukku bertahun lalu…., ” Martha melolong histeris, menangisi kepergian teman terbaiknya.
Dia ingat baru dua hari lalu Maria bilang ingin sekali pergi bertemu dengan kedua orangtuanya untuk meminta maaf walau pun mereka berdua telah meninggal. Dan, Martha hanya bisa menahan napas ketika ia seperti melihat sekerlip sinar, kecil saja dari bulir-bulir rosario di dalam genggaman Maria.
Dan, pencuri di sudut kamar itu pun masih diliputi kebingungan. Sesungguhnya, dia tidak pernah berniat membunuh siapapun. Hanya keputusasaan dan rasa lapar yang menjeratnya sehingga dia ingin berbuat nekad semalam.
Seorang polisi mendadak menghardik sembari menepuk pundaknya keras-keras, “Hai,Bung, bersyukurlah! Bukan kamu yang membunuhnya. Kamu justru beruntung telah diselamatkan…. “
@141021,15:29.
.