Kuliner Nusantara: Rujak Kopi Anjing

Petik, kupas dan cocol dengan kecap – Foto : Heryus Saputro Samhudi

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

BETAPAPUN pada tajuk atau judul di atas ada kata ‘kopi’ dan kata ‘anjing’, namun sajian kuliner rujak segar Nusantara yang bikin mata sepet karena diserang kantuk menjadi melek bugar lagi, ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan buah kopi (jenis arabicarobusta atau lainnya) dan satwa canidae alias anjing. Ini sebenar-benarnya kuliner rujak berbahan buah langka Kopi Anjing (Cynometra cauliflora).

Tak jelas, dari mana tumbuhan ini berasal. Yang pasti para ahli tumbuhan dunia yang bersengaja datang ke Kepulauan Nusantara di masa kolonial Belanda, mencatat bahwa pohon hias berdaun muda merah dan merah muda serta bertumpuk seperti pohon Saputangan (Maniltoa grandiflora) dan daging buahnya yang manis-asam-segar ini, tumbuh nyaris di sekujur Nusantara, dengan sebutan lokal masing-masing.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kedua tahun 1996 mencatat tumbuhan jenis polong-polongan ini sebagai pohon/buah Nam-Nam atau Namnam, Ini sama persis dengan sebutan kaum Tionghoa (di masa kecil saya di Glodok, Jakarta) yang menyebut buah segar benjol-benjol mirip bentuk ginjal ini sebagai Nam Nam, yang usut punya usut ternyata mengacu pada arti kata yang berkait dengan ‘kotoran anjing’.

Kenapa tanaman buah segar dan langka khas Indonesia ini, kok bisa-bisanya dikasih nama yang berkonotasi atau mengasosiasikan kotoran anjing? Bisa jadi karena bentuk buahnya yang cokelat kusam benjol-benjol, yang sekilas (maaf) mirip e’e…guk guk…! Sama halnya Jambu Bol ataupun Kembang Telang, banyak nama lokal memang berdasar “apa yang dilihat, itu nama yang ditabalkan”. Begitu juga Kopi Anjing.

Orang Betawi menyebutnya sama dengan orang Tionghoa menyebutnya, yakni Nam Nam, yang dari sini juga rasanya para ahli Bahasa perangkum KBBI lantas mengutipnya. Agak mirip dengan sebutan itu, di Manado buah segar itu juga disebut Namu-Namu, Namo-Namo di Ternate dan Tidore, Namet di Halmahera dan di Maluku Tengah disebut dengan beberapa nama: Namute, Lamute, Lamuta serta Klamute.

Selanjutnya, Puti Anjeng dan puci Anggi

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.